Apindo: Pemerintah harus Hati-Hati Terapkan Standardisasi Kemasan Rokok

23 hours ago 2
 Pemerintah harus Hati-Hati Terapkan Standardisasi Kemasan Rokok Ilustrasi(Antara)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, untuk berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam menerapkan kebijakan standardisasi kemasan rokok yang diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Wakil Sekretaris Umum Apindo, Anggana Bunawan menegaskan bahwa pihaknya mendukung upaya pengawasan industri hasil tembakau (IHT), namun kebijakan tersebut harus dijalankan secara berimbang dan adil agar tidak menekan sektor industri yang padat karya.

"Kami dari pelaku usaha memohon adanya keseimbangan. Kami meminta Kementerian Kesehatan menjalankan prosesnya secara hati-hati, tidak terburu-buru, sehingga dampak yang bisa menekan sektor industri bisa diperkecil," kata Anggana saat ditemui di Kantor Kementerian Kesehatan, Senin (13/10).

Ia menilai, kebijakan standardisasi kemasan, yang dikenal juga dengan istilah plain packaging, berpotensi menjadi pintu masuk bagi maraknya industri rokok ilegal di Indonesia. Menurutnya, penyeragaman bentuk, warna, dan jenis huruf pada kemasan rokok justru mempermudah praktik pemalsuan produk.

"Kami menolak standarisasi kemasan karena hal ini merupakan pintu masuk bagi industri rokok ilegal. Dengan penyeragaman kemasan, pemalsuan akan semakin mudah terjadi dan bisa berkembang menjadi industri rokok ilegal," tegasnya.

"Industri hasil tembakau ini menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dan menjadi kontributor signifikan bagi penerimaan negara. Jadi kami di Apindo akan terus memastikan agar sektor padat karya ini tetap mendapat perlakuan yang adil," sambungnya.

Apindo, kata Anggana, bukan menolak regulasi, tetapi menginginkan regulasi yang berimbang antara kepentingan kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekonomi nasional. Ia menilai bahwa PP Nomor 109 Tahun 2012 sebenarnya sudah cukup ketat dalam mengatur pengendalian tembakau, sehingga penerapan aturan baru melalui PP 28/2024 dan RPMK turunannya perlu dievaluasi dari segi pelibatan pemangku kepentingan (meaningful participation).

"Sejatinya PP 109 sebelum adanya revisi PP 28 ini sudah cukup menjadi jalan tengah dan sangat ketat. Namun ketika penegakan hukumnya belum maksimal, muncul lagi PP 28. Catatan kami, proses partisipasi bermaknanya tidak tercapai,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Merrijantij Punguan menegaskan bahwa secara prinsip, pihak industri tidak sepakat dengan penerapan standarisasi kemasan yang menyeragamkan warna dan desain karena justru memudahkan praktik pemalsuan produk.

"Secara prinsip, teman-teman industri tidak sepakat untuk standarisasi kemasan yang ditetapkan warnanya sama karena hal itu memudahkan peredaran produk ilegal," kata Merrijantij.

Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya berharap Kementerian Perindustrian dapat dilibatkan dalam pembahasan lanjutan RPMK serta memperoleh draf resmi rancangan tersebut. Menurutnya, keterlibatan semua pihak, termasuk pelaku industri, sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya berpihak pada aspek kesehatan, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan sektor ekonomi nasional.

"Harapannya kami diikutkan dalam pembahasan berikutnya dan mendapatkan drafnya, karena sampai saat ini kami belum menerima dokumen tersebut," tuturnya. (E-3)

Read Entire Article
Global Food