Walhi Kalsel Pertanyakan Penanganan Laporan Dugaan Korupsi SDA Empat Perusahaan di Kejaksaan Agung

13 hours ago 4
Walhi Kalsel Pertanyakan Penanganan Laporan Dugaan Korupsi SDA Empat Perusahaan di Kejaksaan Agung Kondisi ruas jalan Trans Kalimantan yang longsor akibat aktivitas tambang berada di tepi jalan Trans Kalimantan.(MI/Denny Susanto)

ORGANISASI lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan mempertanyakan lanjutan penanganan laporan dugaan tindak pidana korupsi sumber daya alam (SDA) yang melibatkan puluhan perusahaan ke Kejaksaan Agung RI sejak Maret 2025 lalu. Empat perusahaan diantaranya beroperasi di Provinsi Kalimantan Selatan.

"Walhi mempertanyakan kelanjutan penanganan laporan terhadap korporasi ke Kejaksaan Agung sejak Maret lalu. Sayangnya saat kunjungan Jaksa Agung ke Kalsel kemarin, kami tidak mendapat kesempatan," ungkap Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Raden Rafiq Sepdian Fadel Wibisono, Sabtu (5/7).

Pada Maret 2025 lalu Walhi  dari 16 daerah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi sumber daya alam yang melibatkan 47 perusahaan  ke Kejaksaan Agung RI. "Walhi Kalsel turut melaporkan empat perusahaan yang diduga terindikasi korupsi sumber daya alam," tutur Raden Rafiq.

Perusahaan yang dilaporkan ke Kejagung berjumlah 47 korporasi dengan total dugaan korupsi SDA mencapai Rp437 triliun. "Bukan hanya  melakukan korupsi SDA, namun juga telah menuai banyak konflik agraria dan memicu konflik lainnya di tengah masyarakat," tegas Rofiq.

Walhi Kalsel sendiri turut melaporkan empat perusahaan di Kalsel yang merupakan perusahaan berbasis industri ekstraktif seperti tambang batubara dan perkebunan sawit skala besar yang telah banyak menuai kontroversi. Adapun empat perusahaan tersebut yaitu PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM), PT Palmina Utama, PT Putra Bangun Bersama (Julong Group), dan PT Merge Mining Industri (MMI).

Perusahaan ini beroperasi di tiga daerah yaitu Kabupaten Banjar, Barito Kuala dan Kotabaru. Menurut Rafiq, empat perusahaan tersebut hanya sebagian kecil dari sekian banyak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup dan hak masyarakat adat serta petani lokal.

Lebih jauh Walhi menilai industri ekstraktif di Kalsel telah banyak mengubah bentang alam hingga menyebabkan bencana ekologis semakin nyata dirasakan. Kerusakan sungai besar dan kecil, longsor, tanah bergerak, banjir yang kian parah adalah bagian dari dampak buruk industri ekstraktif yang mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan namun sedikit upaya pemulihan.

Di sisi lain, deforestasi juga masih masif terjadi untuk melanggengkan industri ekstraktif ini, baik melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pertambangan batubara dan aktivitas ekspansi sawit di kawasan hutan dengan atau tanpa izin. Praktik buruk tata kelola sumber daya alam ini juga berjalan beriringan dengan pola intimidasi, kriminalisasi, hingga kekerasan serius yang kerap terjadi di wilayah perusahaan yang tinggi potensi konfliknya. 

Beberapa waktu lalu Walhi kembali melaporkan 29 korporasi perihal dugaan korupsi dan kejahatan lingkungan ke Kejaksaan Agung. Ke 29 perusahaan tersebut beroperasi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Nilai kerugian ditaksir mencapai Rp200 triliun. (E-2)

Read Entire Article
Global Food