
EKONOM senior Didin S. Damanhuri memperingatkan dampak serius dari kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Indonesia. Pemerintah diminta segera bersikap atas tingginya tarif impor AS terhadap Indonesia, untuk menghindari krisis ekonomi yang lebih dalam.
Kebijakan perang tarif yang diluncurkan Amerika Serikat dinilai akan menambah beban ekonomi Indonesia. Indonesia diketahui menjadi salah satu negara yang dikenai tarif impor tinggi oleh AS, yakni sebesar 32%.
Didin menilai, kondisi ini bisa membawa Indonesia ke dalam krisis multidimensi jika tak segera diantisipasi. "Dampaknya sudah mulai terasa. Rupiah saat ini menyentuh Rp16.700 per dolar AS dan bukan tidak mungkin dalam waktu dekat bisa tembus Rp17.000,” kata Didin seperti dikutip pada Jumat (4/4).
Ia menilai, depresiasi rupiah tersebut bisa memicu rentetan krisis, termasuk gelombang PHK massal. Menurut Didin, banyak perusahaan besar yang berorientasi ekspor maupun bergantung pada komponen impor dolar AS berpotensi bangkrut.
"Pilihan rasional bagi korporasi saat ini adalah melakukan PHK besar-besaran," terangnya.
Situasi ini, tambahnya, tidak akan berhenti pada perusahaan besar saja. UMKM yang memiliki rantai pasok dengan perusahaan besar juga akan terdampak. "Akan terjadi efek domino ke belakang dan ke depan dalam ekosistem usaha," jelasnya.
Didin juga mengingatkan bahwa penerimaan pajak negara sudah menurun sekitar 30%, dan daya beli masyarakat pun anjlok. "Data mudik terakhir menunjukkan penurunan jumlah pemudik dan perputaran uang hingga 24%. Ini sinyal jelas melemahnya konsumsi masyarakat," terangnya.
Selain itu, pesimisme ekonomi melanda berbagai sektor, termasuk pemerintah pusat dan daerah. "Jika tidak diatasi, situasi ini bisa memicu meningkatnya kriminalitas, yang bahkan saat ini pun sudah mulai meresahkan," kata Didin.
Karenanya, dia merekomendasikan tujuh langkah strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memitigasi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Pertama, mengevaluasi dampak jangka pendek, menengah, dan panjang dari tarif tinggi AS, sambil memperkuat kerja sama dengan blok ekonomi seperti ASEAN, OKI, dan BRICS+.
Kedua, pemerintah harus melakukan penyesuaian besar-besaran terhadap visi, misi, dan programnya agar relevan dengan kondisi terkini. Ketiga, Didin menyarankan pengalihan dana dari proyek jangka panjang ke stimulus besar-besaran untuk membangkitkan pasar domestik, khususnya UMKM.
Langkah keempat ialah penghentian semua pengeluaran APBN dan APBD yang tidak esensial. "Benchmark-nya bisa merujuk ke langkah efisiensi yang dilakukan Gubernur Jawa Barat," kata dia.
Kelima, narasi perpecahan bangsa harus dihentikan demi konsolidasi politik, ekonomi, dan sosial. Keenam, keluarga-keluarga Indonesia diimbau memperkuat solidaritas dan prioritas kebutuhan pokok. "Prinsip tolong-menolong atau ta’awun harus kembali dihidupkan," tegasnya.
Terakhir, aparat keamanan diminta bertindak cepat dan bijak menghadapi potensi gangguan keamanan. "Situasi kamtibmas bisa memanas. Negara harus hadir dengan sigap," pungkas Didin. (H-3)