ilustrasi.(freepik.com)
Pemerintah saat ini sedang berupaya membangun pemerintahan berbasis kecerdasan artifisial atau AI. Beberapa langkah sudah dilakukan termasuk menyusun Buku Putih Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, mengatakan bahwa langkah pemerintah ini sebetulnya menjadi salah satu cara untuk mempersiapkan masyarakat masa depan.
“Akuntabilitas menjadi sebuah satu hal yang harus menjadi dasar ini semua. Kita juga harus melihat apakah ketika kita berbicara tentang kecerdasan artificial dan kedaulatan digital serta permasalahan ketertinggalan di wilayah yang masuk daerah 3T yang tentu juga menjadi hal-hal yang harus dipertimbangkan dan dipersiapkan,” ungkapnya dalam Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12) bertajuk Pemerintahan Berbasis Artificial Intelegence (AI), Rabu (8/10).
Lebih lanjut, Rerie menambahkan bahwa kerangka etika, kesiapan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan integrasi data sangat diperlukan dalam penyusunan, karena pada akhirnya transparansi dan keterbukaan yang ujungnya adalah kepercayaan publik menjadi taruhan bagi terlaksananya program ini.
“Saat ini kita juga masih berhadapan dengan ketidakpahaman masyarakat terhadap kecerdasan artificial itu sendiri. Oleh karena itu kemampuan dan analisis data untuk kebijakan publik dan sosialisasi terhadap hal ini rasanya menjadi salah satu hal utama yang harus bisa dilakukan, sebelum implementasi dilaksanakan, agar pemanfaatan yang dilakukan oleh pemerintah dapat berjalan secara optimal dan yang pasti dapat dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Strategi dan Kebijakan Teknologi Pemerintah Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital, Aris Sudaryono, menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sedang mendorong untuk penerapan penguatan AI kepada kebutuhan masyarakat, sekaligus memastikan bahwa penerapan etika yang aman dan berpihak kepada kepentingan publik itu sendiri.
“Penguatan dan pemanfaatan kecerdasan artificial ini untuk layanan digital pemerintah. Itu tertuang dalam RPJMN untuk penguatan teknologi pemberdayaan digital atau transformasi di dalam pemerintah,” jelasnya.
Berdasarkan identifikasi awal yang dilakukan oleh Komdigi, pada beberapa sektor pemerintahan di bidang ekonomi, kesehatan, keuangan, pertanian, pertahanan, dan perdagangan energi, terdapat perkembangan adopsi penggunaan kecerdasan artificial.
“Masing-masing memiliki tingkat keberagamannya. Kementerian atau lembaga menyoroti pentingnya dukungan dari pemerintah pusat dari aspek infrastruktur bagi pengembangan kecerdasan artificial di masing-masing instansi, dan diikuti juga dengan aspek tata kelola termasuk kesiapan SDM, ketersediaan hingga kualitas data, keamanan, privasi, pemerataan akses internet, dan kemampuan komputasi,” kata Aris.
Terdapat sembilan prinsip etika kecerdasan artifisial yang sedang dikembangkan Komdigi di antaranya inklusivitas, kemanusiaan, keamanan, aksesibilitas, transparansi, kredibilitas dan akuntabilitas, perlindungan data pribadi, pembangunan dan lingkungan berkelanjutan, serta kekayaan intelektual.
Sebagai dukungan pengembangan dan penerapan pada pemerintah digital, perlu ditetapkan suatu kebijakan yang komprehensif, jelas, dan harus mencakup semua aspek yang relevan, mulai dari privasi data hingga keamanan kecerdasan artifiaial itu sendiri.
“Dalam konteks dukungan aplikasi dan infrastruktur digital sangat penting untuk memastikan penguatan aplikasi dan infrastruktur digital termasuk pusat data dalam hal ini pusat data nasional yang sudah kita tau sebaiknya bisa digunakan untuk penerapan ini beserta penerapan pendukung komputasinya,” tuturnya.
Pemerintah juga perlu membangun keterampilan AI untuk para talenta digital melalui pendidikan dan pelatihan sehingga mereka mampu beradaptasi dan memanfaatkan penggunaan kecerdasan artifisial yang positif. Kemudian demi mendorong lingkungan yang kolaboratif untuk kemajuan teknologi, pemerintah juga harus aktif dalam melakukan transfer teknologi atau transfer of knowledge dengan negara-negara yang sudah menerapkannya serta pelaku industri.
Rencana tindak lanjut kebijakan ini akan merujuk pada Buku Putih Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional yang ke depannya akan menghasilkan dua aturan yaitu Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional 2025-2029 dan Peraturan Presiden tantang Etika Kecerdasan Artifisial.
Di balik peluang terhadap penggunaan kecerdasan artificial ini juga terdapat sejumlah tantangan yang harus diantisipasi seperti kebutuhan talenta digital untuk mengolah dan mengembangkan infrastruktur, ancaman cyber, dan potensi bencana alam demi keberlangsungan layanan pusat data tersebut.
Dalam implementasinya, pemerintah juga memerlukan dukungan infrastruktur yang kuat, di mana pusat data nasional yang berfungsi sebagai tulang punggung penyimpanan, pemerosesan, dan integrasi data.
“Dalam penerapannya kita menggunakan ekosistem pusat data nasional sehingga saat penyelenggaraannya tidak hanya satu saja tapi ada beberapa pusat data nasional yang menjadi rujukannya. Ekosistem ini terdiri dari pusat data nasional layanan komputasi awan pihak swasta Dan instasi pusat serta pemerintah daerah yang saling terhubung. Dengan adanya pusat data nasional yang terintegrasi, data publik bisa dikelola dengan aman, efisien, mandiri, serta tersedianya kedaulatan data,” ucap Aris.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), Hammam Riza, menambahkan bahwa AI untuk pemerintah ini adalah AI yang etis, bertanggung jawab, serta inklusif, sehingga tidak akan membeda-bedakan siapa pun, baik itu desa, kota, pesisir, dan daerah 3T.
“Jadi masyarakat harus mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas dengan dukungan AI bagi pemerintahan. Maka dari itu kita harus menyiapkan jalan menuju hal tersebut melalui Buku Putih Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional,” ujar Hammam.
Berdasarkan hasil orkestrasi dari berbagai pihak menunjukkan bahwa Indonesia siap mengadopsi dan mengembangkan kecerdasan artifisial. Tidak hanya di pemerintahan, tapi di semua lini ekonomi agar Indonesia dapat menjadi negara maju.
“Dua buku ini yaitu Buku Putih Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional yang merupakan panduan strategis yang dapat digunakan untuk pemanfaatan AI di berbagai sektor sesuai dengan program prioritas presiden. Kedua adalah Konsep Pedoman Etika Kecerdasan Artifisial yang kita harapkan dapat menjadi rancangan awal Perpres yang diharapkan dapat diresmikan pada akhir tahun ini,” urainya.
Sementara itu, Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Marsudi Wahyu Kisworo, menegaskan bahwa hal paling penting dalam penerapan kecerdasan artifisial adalah membuat framework agar transformasi digital termasuk pemanfaatannya di pemerintahan tidak gagal.
“Jangan sampai nanti hanya sporadis saja, bikin untuk ini dan itu tapi enggak punya gambaran besar. Seperti di Albania kita lihat karena ada framework yang dipakai, jadi hasilnya bukan hanya sekadar untuk lelang saja, tapi untuk pencegahan korupsi dan lain sebagainya yang menjadi satu kesatuan,” tegas Marsudi.
“Jangan lupa kalau kita tidak memiliki framework dalam pembangunan transformasi digital pemerintahan ini, maka akan menggiring pada kegagalan,” pungkasnya. (H-1)

1 week ago
12
















































