Pakar: MKD Idealnya Gugurkan 5 Anggota DPR RI yang Dinonaktifkan

6 hours ago 1
 MKD Idealnya Gugurkan 5 Anggota DPR RI yang Dinonaktifkan Ilustrasi(Dok ist)

PAKAR komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) seharusnya menggugurkan keanggotaan lima anggota DPR RI yang telah dinonaktifkan oleh partainya.

Kelima anggota dewan tersebut yakni Adies Kadir, Eko Patrio, Uya Kuya, Nafa Urback, dan Ahmad Sahroni. Mereka dinonaktifkan setelah aksi demonstrasi beberapa waktu lalu yang menuai sorotan publik.

“Karena lima orang tersebut sudah dinonaktifkan, maka seyogianya MKD hanya menguatkan keputusan masing-masing partai. Dengan begitu, MKD tidak mengambil keputusan lain yang bertentangan dengan keputusan partainya itu,” ujar Jamiluddin dalam keterangannya, Selasa (4/11).

Ia menegaskan, partai politik sudah menetapkan kesalahan etik para kadernya tersebut. Oleh sebab itu, MKD sebaiknya tidak menempuh keputusan berbeda.

“Kalau lima anggota DPR RI itu sudah dinonaktifkan oleh partainya, maka dengan sendirinya MKD idealnya memutuskan status keanggotaan mereka di DPR. Kelima anggota itu seharusnya diputus gugur atau tidak lagi menjadi anggota DPR RI,” tegasnya.

Jamiluddin membandingkan kasus ini dengan pengunduran diri Rahayu Saraswati yang ditolak oleh partainya. 

“Berbeda dengan kasus Rahayu Saraswati. Karena partainya menolak pengunduran dirinya, tidak ada alasan bagi MKD untuk menggugurkan keanggotaannya. Belum ada penetapan kesalahan etik dari Rahayu Saraswati, termasuk keputusan partainya,” paparnya.

Ia juga mengingatkan agar MKD tidak terpengaruh oleh berbagai upaya pencitraan politik lima anggota DPR tersebut. 

“MKD dalam memutus kasus ini seharusnya tidak mengacu pada aspek lain, termasuk upaya mereka mencari simpati publik dengan berbagai kegiatan yang menyentuh empati masyarakat,” ujar mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta itu.

Lebih lanjut, Jamiluddin menilai keputusan MKD sangat berpengaruh terhadap citra DPR di mata publik.

“Kalau MKD mengambil keputusan di luar harapan masyarakat, katakanlah lima anggota itu diaktifkan kembali, maka dapat berimplikasi terhadap kepercayaan masyarakat pada DPR RI. Masyarakat akan merasa dipermainkan,” katanya.

Menurut dia, publik selama ini menganggap keputusan partai menonaktifkan lima anggota dewan sama artinya dengan pemberhentian. 

“Kalau MKD nantinya memutuskan lain, hal itu bisa menimbulkan amarah di tengah masyarakat. Bahkan masyarakat bisa merasa dibohongi,” ujarnya.

Namun demikian, Jamiluddin mengingatkan agar ke depan ada kejelasan dasar hukum terkait penonaktifan anggota DPR. 

“Apakah setiap ada tekanan dari masyarakat, seorang anggota DPR lantas bisa dinonaktifkan? Kalau itu jadi dasar, tentu keanggotaan DPR menjadi rapuh,” tuturnya.

Ia menilai penonaktifan semestinya tidak dilakukan hanya karena tekanan publik, apalagi dari kelompok yang bukan berasal dari daerah pemilihan (dapil) anggota bersangkutan.

“Kalau yang menekan justru masyarakat di luar dapilnya, sementara warga di dapilnya masih menginginkan wakilnya di DPR, tentu itu tidak logis. Hal ini perlu dipikir ulang agar anggota DPR tidak mudah dinonaktifkan hanya karena tekanan publik,” pungkasnya. (H-2)

Read Entire Article
Global Food