
SABAN tahun setiap bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di Riau, nama Manggala Agni yang merupakan pasukan pemadam kebakaran hutan selalu disebut-sebut. Bahkan, tokoh lingkungan nasional Prof. Emil Salim pernah menyebut Manggala Agni adalah ujung tombak dalam perang melawan Karhutla.
Meski kadang hanya turun ke lokasi karhutla dengan jumlah beberapa personel saja, pasukan elite berseragam oranye yang di bawah naungan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) itu selalu berhasil menuntaskan tugasnya. Kemampuan satu personel Manggala Agni di atas rata-rata atau sebanding dengan 10 personel pemadam biasa.
Hebatnya lagi, personel Manggala Agni dengan bekal seadanya sanggup hidup berhari-hari bertugas menerobos ke dalam hutan gambut untuk mencari titik api, berjibaku menundukkan kepala api agar tidak meluas, memadamkan ratusan hingga ribuan hektare lahan terbakar, hingga proses pendinginan untuk memastikan pemadaman benar-benar tuntas. Mereka bertugas dengan mempertaruhkan nyawa dan keselamatan hidupnya.
Kepala Balai Pengendalian Kebakaran Hutan (Kabalai Dalkarhut) Sumatra Ferdian Krisnanto kepada Media Indonesia, mengatakan dulunya personel Manggala Agni hanya berstatus pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNS) atau honorer dan tenaga lepas. Saat ini, sebagian mereka sudah berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Sudah lumayan bagus. Dulu kan kawan-kawan (Manggala Agni) ini PPNS, saat ini sudah PPPK. Cuman memang ke depan perlu ditambah personel untuk regenerasi dan revitalisasi sarprasnya (sarana prasarana). Karena ancaman Karhutla itu kan tiap tahun pasti ada dan makin dinamis juga," kata Ferdian yang bertugas di tengah karhutla di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Provinsi Riau, Minggu (27/7).
Ia menjelaskan, dengan kondisi Karhutla yang bisa menimbulkan kabut asap pekat dan selalu berulang terjadi setiap tahunnya, jumlah personel Manggala Agni diakui masih sangat kurang. Apalagi untuk wilayah Sumatra yang sangat luas, jumlah total personel Manggala Agni yang menjaga Sumatra hanya sebanyak 956 orang.
"Personel saya saat ini 956 orang, untuk melaksanakan kegiatan di 10 Provinsi di Sumatra. Agar berat juga kalau sedang musim kebakaran berbarengan Riau, Sumut (Sumatra Utara), Jambi, dan Sumsel (Sumatra Selatan)," jelas Ferdian.
Berjuang di Tengah Keterbatasan
Mirisnya lagi, setiap kali masuk ke dalam pelosok hutan dan lokasi ekstrem, tim pemadam Manggala Agni harus menumpang sampan atau motor masyarakat. Bahkan, harus berjalan kaki hingga berkilo-kilo meter mengangkut perlengkapan dan peralatan pemadam mulai dari mesin pompa air, selang, dan sebagainya yang sangat berat. Sangat disayangkan, pasukan elite ujung tombak Karhutla ini tidak didukung helikopter pengangkut orang dan barang dalam bertugas di dalam hutan.
"Tadi pagi kami masih dibantu warga dengan sampai mencapai lokasi. Kami sudah ada peralatan lengkap, namun memang karena operasi kami sebagian besar di lokasi yang ekstrem, peralatan kami perlu rutin direvitalisasi. Misalnya selang dan pompa, pada operasi panjang selalu butuh back up supaya operasi tidak berhenti kalau ada yang rusak, langsung ganti tidak boleh jeda," tuturnya.
Ia menambahkan, dari total 140 personel Manggala Agni yang bertugas di Rohil, Riau, sebagian merupakan tim BKO yang telah bertugas selama sepekan terakhir atau 7 hari. Sedangkan saat ini, kondisi cuaca di lokasi karhutla sangat panas. Ia berharap operasi modifikasi cuaca (OMC) hujan buatan dapat kembali berhasil menurunkan hujan di lokasi Karhutla Rohil.
"Panas sekali saat ini di TKP. Kalau tim BKO dari Siak, Rengat, Musi Banyuasin, Bukit Tempurung dan Sarolangun sudah 7 hari ini (bertugas di Rohil). Semoga hujannya sampai sini juga (Rohil)," jelasnya.
"Dua hari kemarin sempat hujan. Saat ini hanya mendung saja. Tim OMC tadi menargetkan juga di Rohil, semoga diberkahi hujan. Amin," tandas Ferdian.
Komandan Manggala Agni Daops Pekanbaru Chaerul Parsaulian Ginting kepada Media Indonesia mengaku banyak curahan hati teman-teman Manggala Agni yang cukup jengah dengan terulangnya terus kasus karhutla setiap tahun namun penegakan hukum yang kurang jelas.
"Makanya kami juga yang di bawah banyak ngelus dada, kasus berulang, kami terus madam, tapi tak ada penyelesaian masalah tanahnya dan penegakan hukumnya," pungkasnya. (RK/E-4)