
PAKAR Hukum Tata Negara Universitas Airlangga, Haidar Adam, menilai langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengeluarkan dan membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 terkait kerahasiaan 16 dokumen syarat pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), tidak sejalan dengan asas-asas pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam hukum administrasi.
“Dalam hukum administrasi terdapat asas praduga rechtmatig, atau asas praduga keabsahan, yang bermakna bahwa tindakan pemerintahan (termasuk KPU) harus dianggap sah sampai terbukti sebaliknya,” kata Haidar saat dikonfirmasi pada Rabu (17/9).
Asas ini kata Haidar, didasarkan pada keyakinan bahwa pejabat publik selalu dinaungi asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur).
“Keputusan awal KPU yang menempatkan data kandidat sebagai data pribadi yang tidak dapat diakses publik adalah tindakan yang tidak cermat, berpihak, tidak berorientasi pada kepentingan umum, dan mendelegitimasi peran lembaga penyelenggara pemilu yang seharusnya merawat public trust,” tukasnya.
Menurut Haidar, terdapat empat asas penting yang harus diperhatikan, yakni kecermatan, keterbukaan, kepentingan umum, dan ketidakberpihakan. Namun, dalam keputusan KPU yang telah dibatalkan tersebut, keempat asas tersebut justru diabaikan.
“Dalam keputusan ini jelas sekali bahwa KPU tidak cermat, tidak terbuka, dan berpihak, yang berujung pada penegasian terhadap kepentingan umum,” tegasnya.
Haidar juga menilai ketidakcermatan KPU terlihat dari kesalahan dalam mengidentifikasi jenis informasi yang seharusnya dapat diakses publik.
“Ketidakcermatan itu terlihat dari ketidaktelitian dalam mengidentifikasi informasi mana yang terkualifikasi sebagai data pribadi dan mana yang seharusnya bisa diakses publik,” jelasnya.
Selain itu, ia menyoroti kurangnya argumentasi KPU ketika mengumumkan keputusan tersebut.
“Ketidakterbukaan terlihat dari kualitas argumentasi yang dimunculkan oleh KPU pada saat mengumumkan hal itu, yang tidak menjawab pertanyaan publik,” ujar Haidar.
Lebih jauh, ia menilai sikap KPU cenderung berpihak kepada kandidat daripada masyarakat luas.
“Asas ketidakberpihakan menjadi tereduksi manakala KPU lebih berpihak pada kepentingan kandidat pejabat publik daripada publik yang sangat berkepentingan karena terkait trust building dan legitimasi,” katanya.
Menurut Haidar, sebagai figur yang sadar menempatkan diri di ruang publik, kandidat presiden dan wakil presiden harus memahami bahwa informasi terkait jabatannya adalah konsumsi publik.
“Pejabat publik adalah seseorang yang dengan sadar menempatkan diri pada arena publik dan tentu saja harus aware bahwa apapun yang menyangkut informasi terkait jabatannya akan menjadi konsumsi publik,” ucapnya. (Dev/M-3)