KPPPA Sambut Putusan MK tentang Keterwakilan Perempuan 30% di Pimpinan AKD DPR

8 hours ago 2
KPPPA Sambut Putusan MK tentang Keterwakilan Perempuan 30% di Pimpinan AKD DPR Gedung DPR/MPR/DPD, Senayan, Jakarta.(Antara.)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 169/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam amar putusannya, MK menegaskan setiap pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD), seperti Komisi, MKD, Bamus, Baleg, Banggar, Pansus, BURT, dan BKSAP, wajib memuat keterwakilan perempuan minimal 30%.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi menyampaikan apresiasi atas langkah progresif MK yang dinilainya sebagai terobosan penting untuk memperkuat demokrasi yang lebih inklusif dan berkeadilan gender.

“Putusan ini merupakan tonggak penting bagi kemajuan demokrasi yang lebih inklusif dan berkeadilan gender. Keterwakilan perempuan di tingkat pimpinan AKD bukan hanya soal angka, tetapi memastikan perspektif dan pengalaman perempuan hadir dalam setiap kebijakan yang berdampak bagi masyarakat,” ujar Arifah dalam keterangan resmi, Senin (3/11).

Isu minimnya keterwakilan perempuan dalam pimpinan AKD sebelumnya telah disuarakan oleh koalisi masyarakat sipil, di antaranya Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan Perludem, yang kemudian mengajukan gugatan ke MK.

Kemen PPPA juga telah menyoroti persoalan ini melalui berbagai forum advokasi, termasuk Seminar Politik Nasional pada November 2024 yang membahas pentingnya representasi perempuan di lembaga legislatif.

Data Kemen PPPA per September 2025 menunjukkan, pimpinan AKD perempuan terbanyak berada di Komisi IX (Bidang Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Jaminan Sosial) dengan tiga orang perempuan.

Namun, masih terdapat lima komisi DPR RI yang belum memiliki pimpinan perempuan sama sekali, yaitu Komisi I, II, V, VIII, dan XI. Ironisnya, Komisi VIII yang membidangi urusan perempuan dan perlindungan anak justru tidak memiliki pimpinan perempuan.

Menurut Arifah, keterlibatan perempuan dalam posisi strategis di parlemen penting untuk memastikan isu-isu kesetaraan gender dan perlindungan anak menjadi bagian dari kebijakan publik di semua sektor.

“Ketiadaan perempuan dalam pimpinan AKD berpotensi menghilangkan perspektif perempuan dalam kebijakan politik, agama, pertahanan, dan sektor lainnya. Dengan jumlah perempuan Indonesia yang hampir setara dengan laki-laki, kebijakan yang sensitif gender akan memperkuat kualitas pembangunan manusia Indonesia secara menyeluruh,” katanya.

Arifah juga berharap partai politik menindaklanjuti putusan MK tersebut dengan komitmen nyata untuk menempatkan kader-kader perempuan terbaik pada posisi pimpinan AKD. Ia menekankan pentingnya menghindari domestikasi perempuan pada komisi-komisi tertentu saja.

Sebagai tindak lanjut, Kemen PPPA akan memperkuat sinergi dengan lembaga legislatif, partai politik, dan organisasi masyarakat sipil guna mengawal implementasi keterwakilan perempuan 30 persen di seluruh lini pengambilan keputusan.

“Kemen PPPA akan terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memastikan perempuan tidak lagi terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan dan menjadi bagian dalam mewujudkan pemerintahan yang responsif gender,” pungkas Arifah. (Ata/P-3)

Read Entire Article
Global Food