
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan bahwa pemenuhan hak anak atas kesehatan dan perlindungan merupakan tanggung jawab kolektif lintas sektor.
Menurutnya, setiap permasalahan yang dihadapi anak, mulai dari gangguan kesehatan seperti cacingan, stunting, hingga persoalan gizi atau pola makan, harus dilihat dari sudut pandang sistemik yang melibatkan banyak pihak.
"Jadi kalau kita bilang bahwa yang bertanggung jawab Kementerian Kesehatan, iya, kementerian kesehatan sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab. Tapi kementerian lain juga punya tanggung jawab, karena ada siklus sebab dan akibat di sana," kata Pribudiarta dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (8/10).
Ia menjelaskan, dalam sistem perlindungan anak terdapat hubungan yang erat antara pemegang hak dan pengemban tugas (right holder dan duty bearer). Dalam hal ini, anak adalah pemegang hak yang harus diberikan kemampuan dan pengetahuan agar dapat tumbuh sehat dan terlindungi.
"Anak sebagai pemegang hak, dia punya kewajiban untuk diberikan kemampuan, bagaimana dia bisa elastis, mampu menghindari berbagai ancaman, tahu bagaimana caranya cuci tangan, tahu bagaimana caranya eksplorasi yang baik, termasuk soal sanitasi dan sebagainya," jelasnya.
Selain itu, Pribudiarta juga menekankan pentingnya peran keluarga dalam pemenuhan hak anak atas kesehatan dan perlindungan. Keluarga dan pengasuh, termasuk keluarga pengganti, memiliki pengaruh besar terhadap kualitas hidup anak.
"Lingkaran kedua yang penting itu adalah pengasuhnya, yaitu keluarga atau keluarga pengganti. Mereka punya pengaruh penting dalam menentukan kualitas hidup anak," ujarnya.
Selain keluarga inti, kerabat, masyarakat sekitar, serta lembaga dan institusi di berbagai tingkatan juga turut berperan dalam memastikan kesejahteraan anak.
Ia menyebut, kementerian dan lembaga seperti Kementerian PUPR, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, hingga lembaga hukum turut berperan dalam memastikan infrastruktur dan sistem sosial mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.
"Kita semua sebenarnya punya tugas untuk memastikan kualitas hidup anak bisa terpenuhi dengan baik dan terlindungi dari kekerasan," tuturnya.
Selain sistem kelembagaan dan keluarga, Pribudiarta menilai bahwa perilaku sosial dan budaya masyarakat juga berperan penting. Pola hidup bersih dan sehat juga harus menjadi bagian dari budaya masyarakat yang terus diperkuat dari tingkat nasional hingga desa.
"Perilaku dan budaya masyarakat itu juga memengaruhi. Budaya-budaya yang ada tidak boleh berbahaya untuk anak. Pola hidup bersih, sehat, olahraga, itu bagian dari budaya yang harus dijaga," ucapnya.
Untuk itu, dibutuhkan norma dan regulasi yang kuat dari tingkat nasional hingga tingkat desa. Pemerintah desa, RT, dan RW pun perlu memiliki peraturan serta mekanisme kerja yang jelas untuk memastikan perlindungan anak berjalan efektif.
Melalui pendekatan lintas sektor ini, KemenPPPA berharap setiap anak Indonesia dapat tumbuh sehat, cerdas, dan terlindungi dari berbagai ancaman, baik fisik, sosial, maupun lingkungan.
"Tujuan akhirnya adalah memastikan bahwa setiap anak memiliki kualitas hidup yang baik. Tidak cukup hanya intervensi kesehatan, tapi juga dukungan sosial, pendidikan, perilaku, dan budaya yang ramah anak," pungkasnya. (H-1)