Kemenkes Ingatkan Pentingnya Gizi Seimbang untuk Cegah Permasalahan Gizi

1 week ago 12
Kemenkes Ingatkan Pentingnya Gizi Seimbang untuk Cegah Permasalahan Gizi (MI/Ficky )

Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Lovely Daisy menegaskan bahwa masalah gizi di Indonesia tidak hanya dialami oleh anak-anak, tetapi terjadi di setiap siklus kehidupan, mulai dari ibu hamil, remaja, dewasa, hingga lansia.

"Masalah yang sering kita temui saat ini adalah terkait dengan gizi. Gizi ini sebenarnya di negara kita terjadi masalah di setiap siklus kehidupan, bukan hanya pada anak saja. Jadi sampai remaja, usia dewasa, hingga lansia, mulai dari ibu hamil pun terjadi masalah gizi," kata Daisy dalam diskusi di Jakarta, Rabu (8/10).

Menurutnya, Indonesia menghadapi triple burden of malnutrition, atau tiga beban utama gizi, yaitu kekurangan gizi makro, kekurangan gizi mikro, dan kelebihan gizi (obesitas).

Ia menjelaskan, kekurangan gizi makro seperti gizi kurang dan gizi buruk, yang berkaitan dengan karbohidrat, protein, dan lemak. Kemudian, kekurangan gizi mikro seperti vitamin dan mineral, salah satunya menyebabkan anemia akibat kekurangan zat besi.

"Lalu kelebihan gizi atau obesitas juga sangat berbahaya karena dapat memicu penyakit degeneratif," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa masalah gizi pada dasarnya disebabkan oleh dua hal utama, asupan makanan yang tidak cukup bergizi dan frekuensi sakit yang tinggi.

Selain itu, kondisi di lapangan juga menjadi hal yang penting, di mana anak-anak sering diberikan makanan tambahan tanpa pemeriksaan penyakit yang mendasarinya seperti infeksi atau cacingan.

"Diberi makanan tambahan saja tanpa mengobati penyakitnya tidak akan memperbaiki kondisi anak tersebut," katanya.

lebih lanjut, Daisy mengungkapkan bahwa masalah stunting di Indonesia juga merupakan bagian dari akibat kekurangan gizi kronis dalam jangka panjang.

"Stunting ini terjadi karena kekurangan gizi secara kronis. Jadi prosesnya lama, berbulan-bulan baru anak menjadi stunting. Kalau kekurangan gizinya hanya seminggu atau dua minggu, belum akan stunting, tapi bisa gizi kurang atau gizi buruk," ucapnya.

Ia menambahkan, stunting diukur dari tinggi badan atau panjang badan anak dibandingkan dengan usianya, karena indikator ini menunjukkan pertumbuhan linier dan mencerminkan pertumbuhan seluruh organ tubuh, termasuk otak.

"Otak seorang manusia itu mulai terbentuk sejak dalam kandungan. Saat bayi lahir, 25% otaknya sudah tumbuh, usia satu tahun sudah 70%, dan pada usia lima tahun mencapai 92% dari otak dewasa. Jadi kalau kekurangan gizi terjadi sampai usia lima tahun, 92% pertumbuhan otak sudah terganggu," jelasnya.

Selain itu, kekurangan gizi di awal kehidupan juga tidak hanya berdampak pada pertumbuhan otak, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit degeneratif di kemudian hari.

"Anak yang kekurangan gizi di awal kehidupannya lebih berisiko menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes, karena dari awal sel-selnya sudah tidak berkembang baik," imbuhnya.

Oleh karena itu, sebagai upaya pencegahan, Kemenkes menegaskan pentingnya layanan dasar bagi seluruh anak Indonesia.

Beberapa layanan dasar yang wajib diterima anak antara lain, ASI eksklusif selama enam bulan pertama, makanan Pendamping ASI (MPASI) yang beragam dan bergizi seimbang mulai usia enam bulan, pemantauan pertumbuhan setiap bulan untuk mendeteksi dini masalah gizi, konsumsi gizi seimbang dan aktivitas fisik sesuai usia.

Kemudian imunisasi lengkap untuk mencegah penyakit menular, pemberian vitamin A dan obat cacing dua kali setahun, screening kesehatan rutin serta kelas ibu dan balita untuk edukasi tentang gizi dan kesehatan anak melalui buku KIA.

"Kalau ada masalah gizi tentu kita tata laksana, kalau anak sakit tentu kita obati," tuturnya. (H-1)

Read Entire Article
Global Food