Ilustrasi(Dok ist)
                            BADAN Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta menjelaskan, inflasi DIY pada Oktober 2025 ini sebesar 0,42 persen dan dengan angka inflasi bulanan tersebut, tingkat inflasi tahun kalender (Oktober 2025 terhadap Desember 2024) mencapai 2,18 persen, dan inflasi tahun ke tahun (Oktober 2025 terhadap Oktober 2024) sebesar 2,90 persen.
Angka ini kata Plt. Kepala BPS DIY Herum Fajarwati, hari Senin, menunjukkan bahwa laju kenaikan harga di wilayah DIY masih terkendali dan berada dalam kisaran target inflasi nasional.
"Penyumbang utama inflasi bulanan (month-to-month/m-to-m) berasal dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil 0,19 persen, terutama dipicu oleh kenaikan harga emas perhiasan. Kenaikan harga juga terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang memberi andil 0,14 persen," jelasnya.
Ia menyebutkan komoditas dominan seperti beras, kelapa, dan cabai merah. Sebaliknya, ujarnya, inflasi tertahan oleh penurunan harga beberapa komoditas hortikultura seperti bayam, tomat, terong, dan cabai rawit. Dari sebelas kelompok pengeluaran, lanjutnya delapan di antaranya mengalami kenaikan indeks harga.
Selain perawatan pribadi dan makanan, kelompok pendidikan juga mengalami peningkatan harga sebesar 0,78 persen akibat biaya akademi/perguruan tinggi yang lebih tinggi.
Kondisi pada inflasi tahunan menurut Herum juga tidak terlalu jauh berbeda. Kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, katanya masih menjadi kelompok yang mengalami inflasi dua tertinggi dengan andil masing-masing adalah 1,22 persen dan 0,79 persen.
Dikatakan, secara spasial, Kota Yogyakarta mencatat inflasi tertinggi di provinsi ini, yakni 0,59 persen (m-to-m) atau 3,25 persen (y-on-y), sementara Kabupaten Gunungkidul mencatat inflasi terendah, yaitu 0,28 persen (m-to-m) dan 2,61 persen (y-on-y).
Kondisi ini menurut Herum menunjukkan aktivitas konsumsi masyarakat masih tumbuh positif menjelang akhir tahun, namun tekanan harga dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, terutama komoditas emas perhiasan perlu diwaspadai karena berpotensi meningkatkan inflasi di bulan bulan mendatang.
Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP)
Lebih lanjut Herum mengemukakan, pada Oktober 2025, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat sebesar 109,34, menurun 1,12 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 110,58.
Secara subsektor, rincinya, penurunan NTP paling dalam terjadi pada tanaman perkebunan rakyat, yang anjlok sebesar 7,28 persen akibat turunnya harga beberapa komoditasnya. Sedangkan subsektor peternakan juga melemah 1,01 persen. Namun sebaliknya, subsektor hortikultura dan perikanan masih mencatatkan peningkatan masing-masing sebesar 0,16 persen dan 1,46 persen.
Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) DIY katanya tercatat sebesar 113,68, turun 0,66 persen dibandingkan September 2025, dengan kondisi pergerakan subsektornya yang sama dengan NTP. Subsektor tanaman pangan, tanaman Perkebunan rakyat, dan peternakan mengalami penurunan sedangkan subsektor hortikultura dan perikanan mengalami kenaikan. 
Secara nasional, DIY termasuk dalam kelompok provinsi yang mengalami penurunan NTP bersama 17 provinsi lainnya dan di tengah 20 provinsi lain yang mencatatkan peningkatan. (H-2)

                        6 hours ago
                                2
                    















































