
Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) menyambut baik kebijakan pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke sektor riil. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana menyatakan bahwa ini patut diapresiasi karena bisa memberi dorongan langsung pada investasi, produksi, dan penciptaan lapangan kerja. Namun demikian, efektivitas stimulus ekonomi itu akan sangat ditentukan oleh bagaimana dana ini benar-benar menyentuh kebutuhan industri, khususnya manufaktur dan sektor padat karya yang menjadi penopang serapan tenaga kerja nasional.
“Dukungan dana sebesar ini harus mampu memperkuat daya saing industri manufaktur dan padat karya, karena keduanya memiliki multiplier effect yang luas dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, hingga penguatan rantai pasok nasional," kata Ma'ruf dikutip dari siaran pers yang diterima, Selasa (16/9).
Di sisi lain, sambung Ma'ruf, dunia usaha masih menghadapi tantangan nyata berupa daya beli masyarakat yang melemah, iklim ekonomi yang belum sepenuhnya kondusif, serta tingginya biaya logistik dan energi. Oleh karena itu, HKI menekankan pentingnya kebijakan pendukung seperti kepastian regulasi, efisiensi biaya, serta stabilitas pasar domestik. Dengan demikian, dana stimulus diyakini bisa memperkuat daya saing industri nasional secara berkelanjutan.
Ma'ruf menegaskan, kebijakan fiskal berupa kucuran dana Rp200 triliun merupakan peluang sekaligus tantangan. Masalah utama bukan semata ketersediaan dana, melainkan kepastian iklim usaha. Sebab, saat ini masih banyak industri manufaktur padat karya yang menghadapi persoalan biaya produksi yang tinggi, mahalnya energi dan logistik, serta lemahnya kepastian hukum.
Karena itu, HKI menekankan bahwa momentum ini harus diikuti dengan reformasi struktural yang konsisten, pertama kepastian regulasi. HKI berharap agar sinkronisasi antar kementerian/lembaga, serta koordinasi pemerintah pusat dan daerah dapat terwujud, karena hal tersebut merupakan kunci kelancaran investasi.
Kedua, efisiensi biaya melalui perbaikan infrastruktur, biaya logistik, penurunan biaya energi, serta ketersediaan utilitas dasar yang terjangkau agar daya saing industri dapat meningkat.
Ketiga, linkage dengan UMKM dengan menekankan investasi yang harus memberi ruang bagi UMKM untuk masuk dalam rantai pasok, sehingga bisa memberikan manfaat yang lebih luas.
Keempat, penguatan SDM karena dunia usaha membutuhkan tenaga kerja vokasi dandigital yang sesuai dengan kebutuhan industri generasi baru, agar transformasi manufaktur tidak tertinggal.
Selain itu, HKI menyebut bahwa dana Rp200 triliun ini harus dibarengi dengan percepatan perizinan, khususnya pada proyek strategis nasional (PSN) dan investasi yang sudah siap bergerak namun masih menemui hambatan birokrasi. Tanpa perbaikan mendasar tersebut, dana besar ini berisiko hanya “parkir” di perbankan tanpa memberi efek riil ke dunia usaha.
Ma'ruf mengungkapkan, dana Rp200 triliun ini dapat menjadi instrumen penting dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto. Namun, pencapaian target ini hanya mungkin terwujud bila ada perbaikan sistemik serta kolaborasi erat antara pemerintah, dunia usaha, dan seluruh pemangku kepentingan.
"Kami percaya, dengan kebijakan yang tepat sasaran, dukungan infrastruktur, serta kepastian iklim usaha, dana stimulus ini akan benar-benar menjadi motor penggerak ekonomi nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat manufaktur strategis di Asia,” pungkas Ma’ruf. (E-3)