
MENJELANG momen promo besar 10.10 di berbagai marketplace, konsumen diserbu beragam penawaran diskon dan flash sale yang menggoda. Namun di balik euforia itu, Guru Besar Ilmu Konsumen IPB University, Prof Ujang Sumarwan, mengingatkan pentingnya literasi konsumen agar tidak terjebak perilaku belanja impulsif.
Dalam tayangan IPB Podcast di kanal YouTube IPB TV bertajuk "Keinginan Membeli, Menjebak Anda!", Prof Ujang menegaskan bahwa ilmu konsumen berperan besar dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
"Yang berkepentingan memahami perilaku konsumen itu bukan hanya produsen atau perusahaan, tapi konsumen sendiri. Agar tidak terjebak mengambil keputusan yang merugikan dirinya," jelasnya.
Menurutnya, saat ini, banyak orang terjebak karena gagal membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
"Kalau konsumen tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sementara daya beli terbatas, maka akan merugikan. Banyak orang terjebak mengikuti keinginan, bukan kebutuhan," tambahnya.
Fenomena impulsive buying atau belanja tanpa rencana yang meningkat saat musim promo juga menjadi sorotannya. Diskon dan promosi kerap memicu konsumen membeli barang yang sebenarnya tidak diperlukan.
"Sering kali kita pergi ke toko tanpa rencana belanja, tapi karena lihat diskon jadi membeli. Itu contoh unplanned shopping," tambah Prof Ujang.
Lebih lanjut, Prof Ujang mengingatkan agar konsumen berhati-hati dengan praktik bisnis tidak etis maupun penipuan yang marak di era digital. Ia membagikan prinsip yang perlu dipegang konsumen: teliti sebelum membeli, teliti saat membeli, dan teliti setelah membeli.
"Sejak 1993 sudah ada modus penipuan. Sampai sekarang tetap ada, hanya medianya yang berubah. Kini banyak penipuan melalui telepon, media sosial, hingga aplikasi pesan. Karena itu, konsumen harus meningkatkan literasi digital," jelasnya.
Prof Ujang memberikan sejumlah kiat agar konsumen lebih bijak: lakukan riset sebelum membeli, gunakan situs/toko resmi (official store), baca ulasan dan bertanya pada orang yang berpengalaman, waspadai harga tak masuk akal, dan jangan terburu-buru mengambil keputusan.
Selain peran konsumen, Prof Ujang menekankan pentingnya perlindungan dari pihak perusahaan dan pemerintah.
"Kalau perusahaan gegabah, konsumen yang dirugikan bisa komplain bahkan ke media sosial, yang justru merusak citra perusahaan. Pemerintah juga hadir lewat regulasi, misalnya OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), untuk melindungi konsumen," terangnya.
Di akhir sesi, Prof Ujang berpesan agar konsumen selalu bijak dalam berbelanja.
"Ketika melihat barang menarik, tanyakan dulu pada diri sendiri: ini kebutuhan atau hanya keinginan? Hindari membeli secara kredit untuk konsumsi, kecuali untuk hal produktif seperti rumah atau kendaraan. Dan jangan mudah percaya penawaran di media sosial yang tidak jelas," pesannya.
Dengan memahami ilmu konsumen, menurut Prof Ujang, masyarakat dapat lebih cerdas dalam membuat keputusan, terhindar dari jebakan pemasaran, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan diri. (Z-1)