Fantastis Dana Operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar Capai Rp28 Miliar

4 hours ago 2
Fantastis Dana Operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar Capai Rp28 Miliar Rincian gaji dan tunjangan Gubernur Jawa Barat.(MI/Naviandri)

RINCIAN besaran pendapatan dan tunjangan yang diterima Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi dan Wakil Gubernur Erwan Setiawan menjadi perbincangan hangat di kalangan warga Jabar. Nilainya disorot karena sangat fantastis.

Jika ditotal jumlahnya mencapai Rp33 miliar lebih atau sekitar Rp2,7 miliar per tahun. Bahkan khusus untuk anggaran operasional dua pejabat utama di Jabar ini mencapai Rp28,8 miliar. Berdasarkan Pergub Nomor 14 Tahun 2025, merinci bahwa gaji dan tunjangan KDH/WKDH Rp2,2 miliar dan dana operasional KDH/WKDH Rp28,8 miliar.

Menyikapi hal ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jabar Herman Suryatman menegaskan bahwa dana operasional gubernur dan wakil gubernur bukan untuk kepentingan pribadi kepala daerah, melainkan untuk kebutuhan cepat di lapangan yang kembali kepada masyarakat.

Dengan dana operasional, gubernur dan wakil gubernur dapat langsung memberikan bantuan tanpa harus menunggu proses musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).

“Dana operasional Rp28 miliar itu kembali ke masyarakat, tapi yang memutuskannya kepala daerah dan wakil. Bisa dibayangkan, muruah kepala daerah di mana, jika ke lapangan tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Misalnya Pak Gubernur dan Wakil ke lapangan, di sana ada rumah roboh, kan harus diberi santunan tidak mungkin dimusrenbangkan dulu,” bebernya, Sabtu (13/9).

Selain itu, Herman juga memastikan besaran anggaran sudah sesuai regulasi dan peraturan. Adapun dana operasional kepala daerah ditetapkan 0,15% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan PAD Jabar yang mencapai Rp19 triliun. Dengan demikian, angka Rp28,8 miliar memang sesuai ketentuan. 

Kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, maupun wali kota dan wakil wali kota seluruh Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah termasuk Biaya Penunjang Operasional (BPO). Penggunaan BPO sesuai PP digunakan untuk Koordinasi, Penanggulangan Kerawanan Sosial Masyarakat, Pengamanan dan Kegiatan Khusus Lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Besaran BPO  sesuai PP diambil dari persentase PAD.

“Sementara itu, Gubernur Jabar mendapatkan BPO ini dan digunakan seluruhnya sesuai aturan, tidak pernah digunakan untuk kepentingan pribadi. Penggunaan BPO di antaranya beasiswa anak yatim, bantuan santri di pesantren. Bantuan usaha masyarakat miskin, bantuan rumah roboh, bantuan jalan kampung dan sebagainya. Karenanya semua Pengeluaran BPO dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti yang lengkap,” terangnya.

Tanggapan Dedi Mulyadi

Hal senada juga dikatakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dalam video yang diunggah di akun pribadinya pada Jumat (12/9). Ia menerangkan bahwa seluruh dana operasional gubernur digunakan untuk membantu masyarakat Jabar yang membutuhkan.

“Semuanya untuk belanja kepentingan rakyat, yaitu membantu orang sakit di rumah sakit saya bayarin, ada orang sakit tidak punya biaya operasional selama keluarganya sakit di rumah sakit biaya angkutannya saya bayarin,” paparnya.

Selain itu, Dedi  juga menuturkan bahwa dana operasional gubernur dipakai juga untuk perbaikan rumah warga, perbaikan infrastruktur desa dan pembangunan jembatan. Jadi dana operasional gubernur tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan masyarakat Jabar.

“Namun Saya tidak ada masalah kalau memang itu sebuah keharusan harus dihapuskan (dana operasional). Tetapi yang akan dirugikan bukan saya dan keluarga. Yang nanti akan dirugikan adalah masyarakat yang semestinya mendapatkan bantuan karena berbagai kegiatan di masyarakat mengalami hambatan. Karena apa, karena berbagai kegiatan yang terjadi di masyarakat apabila tidak terangkat sebelumnya di APBD tidak bisa dibantu,” tandasnya. 

Tidak Ikuti Arahan Kementerian Dalam Negeri

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan telah menyampaikan kepada seluruh kepala daerah dan DPRD di daerah. Meskipun pihaknya tidak berwenang mengintervensi nilai gaji dan tunjangan, kepala daerah dan DPRD diharap bisa melakukan evaluasi sendiri.

"Saya menyarankan kepada daerah dan DPRD berkomunikasi dengan mereka untuk melakukan evaluasi," kata Tito di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Selasa (9/9).

"Sebelum ada rumah dinas untuk mereka, diberikan tunjangan rumah yang sesuai harganya, kewajaran, dan lain-lain," imbuh dia.

Namun, Tito mengetahui adanya masyarakat di sejumlah daerah yang merasa keberatan dengan besarnya tunjangan rumah para anggota dewan. Oleh krena itu, dia meminta seluruh kepala daerah untuk proaktif menanggapi berbagai aspirasi masyarakat, termasuk tunjangan tersebut.

"Beberapa daerah yang ada keberatan dari masyarakat, saya minta untuk proaktif melakukan komunikasi sehingga ditemukan (keputusan) yang baik," ucap Tito. (AN/E-4)

Read Entire Article
Global Food