Baru 1,5% Pekerja Informal Jadi Anggota BPJS Ketenagakerjaan, Universal Coverage Jamsostek Terhambat

6 hours ago 3
Baru 1,5% Pekerja Informal Jadi Anggota BPJS Ketenagakerjaan, Universal Coverage Jamsostek Terhambat Para pekerja tengah menurunkan papan reklame videotron di Jakarta. Berdasarkan data BPS, jumlah pekerja sektor informal di Indonesia terus bertambah pascapandemi .Pada Februari 2025, jumlah pekerja informal di Indonesia adalah 86,58 juta orang, mencakup 59(MI/Usman Iskandar)

BPJS Ketenagakerjaan tengah memperkuat sistem perlindungan ketenagakerjaan bagi para pekerja informal untuk mewujudkan universal coverage Jamsostek bagi seluruh pekerja Indonesia, termasuk mereka yang berada di sektor informal. Pekerja informal itu terdiri atas pekerja rumah tangga, sopir, tenaga kerja bongkar muat (TKBM), dan pekerja migran.

Penguatan itu dilakukan dengan pendekatan berbasis komunitas serta implementasi berbagai inovasi digital. "Agar mereka dapat terdaftar tanpa hambatan administratif maupun finansial,” kata Deputi Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Hendra Nopriansyah dalam jumpa media bersama Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) di Jakarta, Jumat (24/10). 

Upaya lainnya, lanjut Hendra, BPJS Ketenagakerjaan juga memperkuat kerja sama lintas pemangku kepentingan, pemerintah, dunia usaha, dan serikat pekerja, guna mempercepat perluasan kepesertaan jaminan sosial. “Universal coverage hanya bisa tercapai dengan kolaborasi. Pemerintah memperkuat regulasi dan integrasi data, pengusaha memastikan kepatuhan, dan serikat pekerja berperan dalam edukasi dan advokasi,” kata Hendra.

Pada kesempatan itu, Konfederasi Sarbumusi mendorong pemerintah memberikan kepesertaan gratis dalam program BPJS Ketenagakerjaan bagi 20% penduduk bekerja di Indonesia. Terutama, mereka yang berpenghasilan paling rendah dan tergolong pekerja rentan.

"Aspirasi ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya soal peningkatan lapangan kerja bermartabat dan perlindungan sosial menyeluruh bagi seluruh pekerja Indonesia," kata Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin.

Usulan pemberlakuan kepesertaan gratis yang sebelumnya berlaku dalam Jaminan Kesehatan Nasional itu, kata Irham, bertujuan memperluas akses perlindungan sosial ketenagakerjaan bagi kelompok pekerja informal, perempuan, dan penyandang disabilitas yang selama ini belum banyak terjangkau program jaminan sosial.

“Kondisi ketenagakerjaan kita sedang rapuh di tengah lesunya ekonomi riil. Urgensi kepesertaan gratis ini terlihat dari angka kepesertaan pekerja informal di BPJS Ketenagakerjaan yang baru 1,5% dari total pekerja informal. Ini sangat memprihatinkan dan perlu intervensi khusus dari pemerintah,” ujar Irham.

Irham mengungkapkan, menurut perhitungan Sarbumusi, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp6 triliun per tahun dari APBN untuk membiayai program kepesertaan gratis BPJS Ketenagakerjaan. "Cakupan yang kami dorong dalam program kepesertaan gratis yang kami ajukan adalah dua manfaat dasar yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Nilai ini relatif kecil dibandingkan manfaat sosial dan ekonomi yang dihasilkan, yakni mencegah jutaan pekerja rentan jatuh lebih dalam ke jurang kemiskinan,” tambah Irham.

Hal senada juga diungkapkan Pengurus Federasi Serikat Pekerja Panasonic Gobel (FSPPG) Djoko Wahyudi. "Afirmasi terhadap pekerja informal menjadi agenda mendesak. Berdasarkan data terbaru, dari total 61 juta pekerja informal, baru sekitar 8,6 juta orang atau 14,08% yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Masih terlalu banyak pekerja informal, seperti pekerja rumah tangga, sopir, tenaga bongkar muat, dan pekerja migran, yang belum terlindungi. Padahal, mereka rentan terhadap risiko kecelakaan kerja, kematian, dan hari tua,” ujar Djoko.

Usulan lainnya, skema iuran bagi pekerja informal dibuat lebih fleksibel dan terjangkau, misalnya dengan opsi pembayaran harian, mingguan, atau berbasis proyek.  "Rendahnya jangkauan BPJS Ketenagakerjaan di sektor informal ini memerlukan kerjasama semua pihak. Pemerintah bisa mengalokasikan anggaran tambahan, termasuk pemerintah daerah. Demikian juga, pihak korporasi juga bisa berkontribusi dengan mengalokasikan CSR mereka untuk stimulus iuran. Program CSR Ini tentu lebih konstruktif dan bermanfaat," kata Djoko. (X-8)

Read Entire Article
Global Food