
PADA Senin (23/3), Ghassan Abdel Basset dan keluarganya meninggalkan rumah mereka di Tepi Barat, Palestina, yang diduduki untuk mengunjungi seorang kerabat. Mereka akan berbuka puasa bersama selama bulan suci Ramadan.
Malam harinya, tetangga mereka memberi tahu mereka bahwa pemukim Israel telah menyerbu rumah mereka. Ghassan bergegas kembali untuk menghadapi para pemukim, tetapi tentara Israel turun tangan untuk menghalangi dia dan keluarganya kembali ke rumah mereka.
Para pemukim mengeklaim bahwa mereka membeli rumah tersebut, tetapi keluarga Abdel Basset tidak pernah menjualnya.
"Para pemukim mengeklaim bahwa mereka membeli rumah tersebut dari seseorang, tetapi tidak ada yang memberi orang ini hak hukum untuk menjual rumah kami," kata Ghassan kepada Al Jazeera.
"Insya Allah, kami akan mengikuti prosedur hukum (di Israel) dan hukum akan berjalan sebagaimana mestinya," tambahnya.
Pengusiran yang dipercepat
Pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal menurut hukum internasional. Sebagai penjajah, Israel tidak diperbolehkan memindahkan warganya ke wilayah yang diduduki atau menegakkan hukum nasionalnya di sana.
Namun, lebih dari 750.000 pemukim Israel tinggal di permukiman ilegal di Tepi Barat. Banyak yang telah memalsukan akta kepemilikan untuk memberikan kesan legalitas guna menyita rumah-rumah Palestina.
Itu merupakan salah satu dari beberapa strategi yang digunakan pemukim yang didukung negara untuk mengusir warga Palestina. Demikian menurut para analis, warga Palestina, dan kelompok hak asasi lokal.
Pemukim--yang didukung oleh negara Israel--juga merusak rumah-rumah, mendirikan pos-pos terdepan, menyerang petani, merusak tanaman, dan mencuri ternak di bawah pengawasan tentara Israel.
Menurut laporan terbaru oleh Peace Now dan Kerem Navot, dua kelompok hak asasi manusia Israel, pemukim Israel saat ini menguasai 14 persen tanah Palestina di Tepi Barat.
Sekitar setengah dari tanah ini telah disita sejak pemerintah terakhir Israel berkuasa pada Desember 2022 yang menandai eskalasi yang serius.
Sejak Israel memulai perang genosida di Gaza pada Oktober 2023, pemerintah sayap kanannya telah meningkatkan aneksasi tanah dan penggusuran di Tepi Barat. Kelompok hak asasi manusia, pemantau lokal, dan analis mengatakan kepada Al Jazeera.
"Ada banyak alat yang digunakan pemukim untuk menyebabkan pemindahan warga Palestina," kata Diana Mardi, seorang peneliti di Bimkom, kelompok hak asasi manusia Israel.
"Mereka cenderung menggunakan kekerasan untuk membuat warga Palestina mencapai titik bahwa mereka merasa harus meninggalkan rumah mereka," katanya kepada Al Jazeera.
Badui dan petani berisiko
Petani dan komunitas Badui paling berisiko dari serangan dan penggusuran oleh pemukim Israel. Laporan oleh Peace Now dan Kerem Navot menemukan bahwa setidaknya 60 persen komunitas penggembala Palestina telah terusir dari tanah mereka sejak 2022.
Selain itu, 14 pos terdepan ilegal telah didirikan di tanah yang dulunya ditempati oleh petani, penggembala, dan Badui Palestina.
Laporan tersebut menambahkan bahwa para pemukim cenderung menggunakan penggembalaan hewan untuk merambah tanah Palestina dan mengintimidasi para petani. Teknik ini dikenal sebagai penggembalaan.
Leith, seorang petani Palestina yang tidak mengungkapkan nama belakangnya karena takut akan pembalasan, mengatakan para pemukim sering mencoba mengambil alih lahan pertanian di desanya di sebelah timur Ramallah dengan cara tersebut.
Ia menambahkan bahwa para pemukim sering merusak tanaman dan menghalangi warga Palestina untuk mengelola tanah mereka di desanya.
Setelah menghadapi ancaman dan serangan terus-menerus oleh para pemukim, yang sering dilindungi oleh tentara Israel, warga Palestina sering meninggalkan mata pencaharian mereka.
"Untuk melindungi keluarga mereka, mereka harus meninggalkan daerah itu. Banyak dari mereka memiliki anak yang harus mereka jaga keamanannya, tetapi mereka kehilangan sumber pendapatan utama (dari pertanian) ketika mereka pergi," jelas Mardi.
"Para penjajah mencoba mengambil alih tanah kami," kata Leath. "Ketika tentara hadir bersama para pemukim bersenjata, itu berarti tidak mudah. Tidak mudah bagi kami untuk melawan."
Hewan memiliki lebih banyak hak
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump semakin menguatkan gerakan pemukim Israel, kata Omar Rahman, seorang pakar Israel-Palestina di Middle East Council on Global Affairs.
Rahman menekankan bahwa para pemukim mendapat keuntungan dari iklim impunitas ketika mereka menyerang warga Palestina dan mencuri tanah mereka. Namun, Trump telah meninggalkan dalih apa pun untuk mendukung hak asasi manusia secara global atau mendukung aspirasi untuk negara Palestina yang merdeka.
"Aspek lain adalah Trump dikelilingi oleh orang-orang yang tidak hanya mendukung Israel tetapi juga 'Israel Raya'. Artinya, mereka percaya bahwa tanah itu secara alkitabiah adalah milik (eksklusif) orang Israel," kata Rahman kepada Al Jazeera.
Setelah Trump dilantik pada 20 Januari, ia segera menandatangani perintah eksekutif untuk mencabut sanksi terhadap para pemukim yang oleh pemerintahan sebelumnya dianggap sebagai ekstremis dan bertanggung jawab atas upaya merusak solusi dua negara.
Perintah itu dikeluarkan satu hari setelah gencatan senjata sementara mulai berlaku di Jalur Gaza untuk menghentikan sesuatu yang menurut para ahli dan sarjana hukum Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai kampanye genosida Israel terhadap warga Palestina.
Keesokan hari, serangan pemukim meningkat di seluruh Tepi Barat. Warga Palestina yang diusir dari rumah mereka atau tercerabut dari pertanian mereka berbondong-bondong ke desa-desa terdekat atau pindah ke pusat-pusat kota yang secara nyata berada di bawah kendali Otoritas Palestina, entitas yang mengatur kota-kota besar di Tepi Barat dan terlibat dalam kerja sama keamanan dengan Israel.
Leith mengatakan lima atau enam keluarga telah pindah ke desanya setelah para pemukim mengusir mereka dari pertanian mereka. Semua itu setelah 7 Oktober 2023, hari dimulainya perang Jalur Gaza.
Ia berjanji tidak akan pernah meninggalkan desanya meskipun ketakutan akan serangan pemukim semakin meningkat dan meskipun ia melihat sikap apatis Barat terhadap warga Palestina dan penderitaan mereka.
"Tidak ada yang peduli dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia hanyalah satu kebohongan besar," katanya kepada Al Jazeera.
"Hewan memiliki hak yang lebih banyak daripada kita." (I-2)