APBD Mengendap, Legislator Dorong Strategi Akselerasi Anggaran Awal Tahun

4 hours ago 3
APBD Mengendap, Legislator Dorong Strategi Akselerasi Anggaran Awal Tahun Ilustrasi(Antara)

ANGGOTA Komisi XI DPR RI Amin Ak mendorong penerapan strategi 'Akselerasi Anggaran Awal Tahun (AAA)' di seluruh daerah untuk mengatasi persoalan dana pemda yang mengendap di perbankan. Seperti diberitakan, nominal dana pemda yang mengendap di bank mencapai lebih dari Rp200 triliun.

Pendekatan AAA ini, katanya, menekankan percepatan pada lima aspek utama. Pertama, perencanaan lebih dini. Dalam hal ini, penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dilakukan sejak pertengahan tahun sebelumnya agar APBD bisa disahkan maksimal bulan November.

"Dengan begitu, pemerintah daerah memiliki waktu cukup untuk persiapan teknis sebelum tahun anggaran berjalan," kata Amin kepada Media Indonesia, Jumat (24/10).

Kedua, percepatan lelang atau pengadaan dini. Amin mengatakan pengadaan barang/jasa dapat dimulai setelah RKA disetujui DPRD, sesuai ketentuan Perpres 12/2021. Dengan lelang dini, katanya, proyek bisa langsung berjalan di Januari tanpa menunggu proses panjang.

Ketiga, sinkronisasi dana transfer. Menurutnya, komunikasi antara pemda dengan Kementerian Keuangan dan Kemendagri perlu dilakukan lebih cepat agar pencairan DAK dan DAU dapat dimulai di triwulan pertama.

Keempat, digitalisasi dan transparansi. "Komisi XI mendorong agar BI dan Kemenkeu mempublikasikan data saldo kas daerah tiap triwulan sebagai bentuk pengawasan terbuka terhadap pengelolaan dana publik," ujar Amin.

Kelima, insentif dan akuntabilitas. Amin mengatakan pemerintah daerah dengan serapan cepat dan berkualitas perlu diberi penghargaan fiskal. Sementara daerah dengan kinerja rendah perlu dikenai evaluasi dan pembinaan.

Untuk mendukung akselerasi, lanjutnya, perlu dikaji revisi regulasi agar mekanisme lelang dini dan rolling planning memiliki dasar hukum yang kuat. Selain itu, perlu didorong agar serapan APBD mencapai minimal 40% pada semester pertama.

Selanjutnya, mendorong transparansi saldo kas daerah melalui audit dan pelaporan berkala BI dan Kemenkeu. Terakhir, harus ada penguatan koordinasi dengan Kemendagri, Bappenas, dan LKPP untuk memastikan pelaksanaan sistem monitoring realisasi APBD secara real-time, sehingga hambatan di lapangan bisa segera diidentifikasi.

“Daerah harus berani berubah dari pola ‘mengebut di akhir tahun’ menjadi pola ‘memulai di awal tahun’. Dengan perencanaan yang matang dan pelaksanaan lebih cepat, sehingga manfaat APBD akan lebih cepat dirasakan masyarakat," papar Amin.

Wakil Ketua Fraksi PKS menyebut berdasarkan analisis, rendahnya serapan APBD di awal tahun karena sebagian besar daerah baru mengeksekusi proyek pembangunan pada triwulan ketiga hingga akhir tahun. Karenanya terjadi rush spending atau penumpukan belanja di penghujung tahun.

Faktor Rendahnya Serapan Anggaran Daerah

Menurut Amin, beberapa faktor utama penyebabnya antara lain:

1. Penetapan APBD terlambat. 
Banyak daerah baru mengesahkan anggaran menjelang akhir tahun, sehingga dokumen pelaksanaan (DPA) baru efektif pada Maret atau April.

2. Proses pengadaan barang dan jasa lambat. Tender baru dimulai setelah DPA disahkan, padahal peraturan memungkinkan lelang dini sejak RKA disetujui.

3. Dana transfer ke daerah (TKD) terlambat cair. Terutama DAK fisik yang baru dapat dicairkan setelah dokumen teknis lengkap.

4. Budaya kehati-hatian berlebihan. Banyak pejabat daerah menunda kegiatan karena khawatir temuan audit, sehingga berdampak pada lambatnya realisasi program publik.

"Akibatnya, belanja daerah tidak berjalan optimal, proyek infrastruktur tertunda, dan pertumbuhan ekonomi lokal tidak terstimulasi dengan baik. Dana yang seharusnya berputar di masyarakat justru diam di bank dalam bentuk saldo kas daerah," pungkasnya. (Ifa/E-4)

Read Entire Article
Global Food