AI Canggih dari Johns Hopkins Ungkap Pola Jantung Tersembunyi, Prediksi Kematian Mendadak Lebih Akurat

11 hours ago 3
AI Canggih dari Johns Hopkins Ungkap Pola Jantung Tersembunyi, Prediksi Kematian Mendadak Lebih Akurat Universitas Johns Hopkins mengembangkan model AI yang mampu memprediksi risiko kematian jantung mendadak lebih akurat.(freepik)

SEBUAH terobosan dalam dunia medis kembali datang dari Universitas Johns Hopkins. Tim peneliti mereka berhasil mengembangkan model kecerdasan buatan (AI) bernama MAARS (Multimodal AI for Arrhythmia Risk Stratification), yang mampu memprediksi risiko kematian jantung mendadak jauh lebih akurat dibanding pedoman klinis saat ini.

Model AI ini bekerja dengan menganalisis citra MRI jantung yang selama ini kurang dimanfaatkan, dikombinasikan dengan rekam medis lengkap pasien. Hasilnya, MAARS mampu mendeteksi pola jaringan parut atau fibrosis yang selama ini tersembunyi, tanda utama risiko kematian jantung mendadak yang sering kali lolos dari deteksi dokter.

Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature Cardiovascular Research dan mendapat pendanaan dari pemerintah federal AS.

"Selama ini, ada pasien yang meninggal di usia produktif karena tidak mendapat perlindungan yang tepat, sementara yang lain hidup dengan defibrilator yang sebenarnya tidak mereka perlukan," kata Natalia Trayanova, peneliti senior dalam studi ini. "Kami kini bisa memprediksi dengan akurasi sangat tinggi siapa yang benar-benar berisiko tinggi mengalami kematian jantung mendadak."

Penyakit Jantung Turunan dan Ketepatan Diagnosis

Fokus utama penelitian ini adalah hipertrofi kardiomiopati, salah satu penyakit jantung turunan paling umum di dunia. Kondisi ini menyerang 1 dari setiap 200–500 orang dan menjadi penyebab utama kematian mendadak pada remaja dan atlet muda.

Meskipun sebagian besar penderita bisa hidup normal, sebagian lainnya memiliki risiko tinggi untuk serangan jantung mendadak. Tantangannya: dokter kesulitan membedakan mana yang berisiko tinggi dan mana yang tidak, karena pedoman klinis saat ini hanya memiliki akurasi sekitar 50%—setara dengan melempar dadu.

Model MAARS secara signifikan mengungguli pedoman tersebut. Dalam uji coba terhadap pasien nyata di Johns Hopkins Hospital dan Sanger Heart & Vascular Institute (North Carolina), MAARS mencapai akurasi 89% secara keseluruhan, dan bahkan 93% untuk pasien usia 40–60 tahun, kelompok yang paling rentan terhadap kematian jantung mendadak akibat hipertrofi kardiomiopati.

Mengungkap Pola Tersembunyi dan Personalisasi Perawatan

Yang membedakan MAARS dari metode sebelumnya adalah kemampuannya menganalisis gambar MRI jantung yang diperkaya kontras—sumber informasi yang selama ini belum dimanfaatkan maksimal oleh dunia medis.

“Orang-orang belum pernah benar-benar menggunakan deep learning untuk gambar-gambar ini,” jelas Trayanova. “Kami mampu mengekstraksi informasi tersembunyi yang selama ini terlewatkan.”

Tak hanya memprediksi risiko, MAARS juga memberikan alasan spesifik mengapa seorang pasien tergolong berisiko tinggi. Dengan begitu, dokter bisa menyusun rencana perawatan yang lebih personal dan tepat sasaran.

“Model ini benar-benar meningkatkan kemampuan kita dalam mengidentifikasi pasien berisiko tinggi, jauh melampaui algoritma konvensional yang selama ini dipakai,” ujar Dr. Jonathan Crispin, ahli jantung dari Johns Hopkins yang juga turut menulis studi tersebut.

Langkah Selanjutnya: Perluasan ke Penyakit Jantung Lain

Tahun 2022, tim Trayanova juga telah mengembangkan model AI serupa untuk memprediksi kelangsungan hidup pasien dengan bekas serangan jantung (infarct). Kini, mereka berencana menguji MAARS pada lebih banyak pasien dan memperluas penerapannya untuk jenis penyakit jantung lain, seperti sarkoidosis jantung dan arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy.

Jika berhasil, inovasi ini berpotensi besar merevolusi praktik klinis, menyelamatkan ribuan nyawa, dan menghindarkan pasien dari intervensi medis yang tidak perlu. (Science Daily/Z-2)

Read Entire Article
Global Food