
Sumut mencatatkan inflasi bulanan sebesar 0,68% pada Maret 2025, menjadikannya sebagai provinsi dengan laju inflasi terendah ketiga secara nasional. Di luar prediksi, angka ini menunjukkan anomali lantaran terjadi di tengah momentum Ramadan dan Idulfitri.
"Suasana Ramadan dan Idul Fitri biasanya menyumbang tekanan inflasi lebih tinggi," ungkap Gunawan Benjamin, Akademisi Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara, Selasa (8/4).
Dia mengatakan, Sumut berada di bawah Papua Pegunungan dan Kepulauan Riau dalam catatan inflasi bulanan nasional. Hampir seluruh provinsi lain membukukan inflasi di atas 1% pada periode yang sama.
Realisasi ini dinilai tidak lazim. Gunawan sempat memerkirakan inflasi Sumut akan berada di atas 1%.
Dia melihat inflasi bulan Maret dipicu berakhirnya program diskon tarif listrik sebesar 50%. Tanpa faktor kenaikan tarif listrik, Sumut berpeluang mengalami deflasi 0,12% pada Maret.
"Ada keluhan konsumen soal lonjakan tagihan listrik yang lebih mahal dibanding bulan normal," ujarnya.
Dia menilai normalisasi tarif listrik membawa provinsi ini pada jalur inflasi. Memerkuat dugaannya bahwa tekanan inflasi di Sumut lebih dipengaruhi administered price, bukan mekanisme pasar.
Kenaikan harga emas juga menjadi salah satu penyumbang inflasi, meski tidak dominan.Kendati demikian, Gunawan menyebut realisasi inflasi tersebut belum final.
Dia memperkirakan tekanan inflasi sebenarnya baru akan terasa pada April mendatang. Seiring penyesuaian harga listrik yang berdampak akan berdampak selama dua bulan berturut-turut.
Meski demikian, kontribusi harga pangan terhadap inflasi justru menurun signifikan. Namun secara keseluruhan, kinerja inflasi Sumut dinilai menunjukkan bahwa Ramadan tahun ini tidak semeriah tahun sebelumnya.
Sementara itu, Paidi, akademisi ekonomi Universitas Sumatera Utara, menilai rendahnya inflasi mencerminkan adanya perlambatan daya beli.
"Turunnya harga kebutuhan pokok menandakan masyarakat menahan konsumsi selama Ramadan," ujarnya.
Harga sejumlah komoditas strategis seperti cabai merah, cabai rawit, tomat, telur ayam, dan daging sapi tercatat turun pada bulan Maret. Bahkan, harga cabai rawit anjlok hingga 34,6% dan tomat merosot sekitar 33% secara bulanan.
Tidak lazim harga telur ayam justru turun menjelang Lebaran dan dia menilai situasi ini menandakan daya beli sedang terganggu. Meski memang beberapa komoditas seperti bawang merah, daging ayam dan minyak goreng mengalami kenaikan harga.
Namun, kenaikannya tidak cukup kuat menahan tekanan deflasi dari komoditas pangan lain. Biasanya ada lonjakan permintaan menjelang Idulfitri, tetapi tahun ini masyarakat dilihatnya sangat berhati-hati dalam berbelanja.
Dia pun menyimpulkan anomali inflasi ini mencerminkan adanya tekanan struktural pada konsumsi rumah tangga. Dan jika daya beli terus melemah, pertumbuhan ekonomi Sumut pun bisa ikut terhambat.
Pada periode Lebaran 2024, Sumut mencatatkan tingkat inflasi yang cukup signifikan. Pada April 2024, inflasi year-on-year (yoy) Sumut mencapai 3,96% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,59.
Memasuki Mei 2024, inflasi yoy Sumut meningkat menjadi 4,26% dengan IHK sebesar 107,10. Kenaikan inflasi selama periode ini didorong peningkatan harga sejumlah komoditas pangan strategis, seperti cabai merah (1%), bawang merah (0,61%) dan beras (0,56%).(yp)
Ket Foto:
Aktivitas perdagangan di Pasar Tradisional Deli Tua, Deli Serdang, Sumut. (Yoseph Pencawan)
Images