Risiko Penyakit Lyme Meningkat, Aktivitas Manusia Jadi Pemicu Utama

3 hours ago 2
Risiko Penyakit Lyme Meningkat, Aktivitas Manusia Jadi Pemicu Utama Ilustrasi(freepik)

SAAT mendengar kata kutu. Banyak orang membayangkan parasit kecil menyeramkan yang mengintai di jalur pendakian atau taman kota. Dan ternyata, ketakutan itu memang beralasan. 

Penyakit yang dibawa kutu adalah jenis penyakit vektor (penyakit yang ditularkan oleh organisme hidup). Penyakit paling umum di Amerika Serikat. Sepanjang hidupnya, kutu mengisap darah dari berbagai hewan. Serta membawa serta virus dan bakteri yang kemudian ditularkan lewat gigitan berikutnya. 

Sebagian di antaranya berbahaya bagi manusia. Seperti Lyme, babesiosis, hingga Rocky Mountain spotted fever. Yang bisa melemahkan tubuh bahkan berakibat fatal tanpa penanganan medis.

Di balik setiap gigitan kutu. Tersimpan pula sejarah sosial, lingkungan, dan epidemiologi. Banyak di antaranya berakar dari tindakan manusia sejak lama. Yang mana kini membuat penyebaran penyakit dari kutu semakin luas.

Hutan yang Hilang

Pada abad ke-18 dan 19. Para pemukim di wilayah timur laut Amerika Serikat menebang lebih dari setengah area hutan. Untuk kayu, pertanian, pemukiman, dan tambang. Akibatnya, banyak satwa liar menghilang, termasuk predator seperti beruang dan serigala, juga rusa.

Namun, seiring berjalannya waktu, lahan pertanian bergeser ke arah barat. Dan masyarakat mulai sadar akan nilai ekologis serta ekonomis pohon. Jutaan hektar lahan pun dikembalikan menjadi hutan. Hutan tumbuh kembali, rusa kembali muncul. 

Tetapi predator puncak yang dulu menjaga keseimbangan populasi tidak ikut kembali. Hasilnya, populasi rusa melonjak tajam. Bersama rusa, datanglah deer tick (Ixodes scapularis) yang membawa bakteri penyebab penyakit Lyme.

Sejak 1970-an, wilayah timur Amerika menjadi titik panas global untuk Lyme. Pada 2023 saja, lebih dari 89.000 kasus tercatat di AS. Kemungkinan jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.

Kasus di California

Pola pemukiman manusia juga mengubah ekologi kutu. Di California, predator seperti singa gunung dan coyote masih bertahan. Tapi perkembangan perumahan mendorong orang masuk ke wilayah liar di sekitar San Francisco.

Kutu berkaki hitam barat (Ixodes pacificus) memang banyak ditemukan di hutan besar. Tetapi bakteri penyebab Lyme justru lebih sering ada di lahan hijau kecil yang terisolasi. Hewan pengerat dan inang lain bisa berkembang biak di sana tanpa predator besar, sehingga infeksi menyebar lebih mudah.

Pola rumah-rumah terpisah di perbukitan menambah masalah. Alih-alih membangun perumahan besar yang terhubung. Fragmentasi lahan membuat penyebaran kutu sulit dikendalikan. Enam wilayah di sekitar San Francisco kini menyumbang 44% kasus penyakit kutu di California.

Belajar dari Peternakan Sapi Texas

Sejarah juga mencatat bagaimana ternak memengaruhi wabah penyakit kutu. Pada 1892, seorang dokter bernama B.A. Rogers, mengajukan teori bahwa kutu menjadi penyebab Texas cattle fever. Penyakit yang menghancurkan populasi sapi. Meski awalnya ditertawakan, teori itu akhirnya terbukti benar.

Departemen Pertanian AS meluncurkan program pengendalian kutu pada 1906. Membatasi jalur lintasan sapi di area padat kutu. Pada 1938, pemerintah bahkan menetapkan zona karantina sepanjang 580 mil di perbatasan Texas–Meksiko. Kebijakan ini berhasil membasmi penyakit cattle fever di 14 negara bagian selatan pada 1943.

Kasus Lainnya

Kasus serupa juga terlihat di wilayah lain. Misalnya, hunter tick (Hyalomma spp.) di Mediterania dan Asia. Dulunya hanya sesekali mengganggu penggembala nomaden. 

Namun, setelah Kekaisaran Ottoman memaksa mereka bertani menetap pada 1850-an. Kondisi lahan berubah dan menciptakan habitat ideal untuk kutu. Akibatnya, penyakit berbahaya seperti Crimean-Congo hemorrhagic fever meningkat tajam. (Live Science/Z-2)
 

Read Entire Article
Global Food