Pujian Trump pada Presiden Liberia Soal Bahasa Inggris Tuai Kritik

9 hours ago 4
Pujian Trump pada Presiden Liberia Soal Bahasa Inggris Tuai Kritik Presiden AS Donald Trump dan Presiden Liberia Joseph Boakai(Media Sosial X)

PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu kontroversi, kali ini saat ia memuji kemampuan berbahasa Inggris Presiden Liberia Joseph Boakai dalam sebuah pertemuan diplomatik di Gedung Putih. Meski tampak sebagai pujian, komentar Trump justru dinilai meremehkan dan menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap sejarah dan budaya Afrika.

Dalam jamuan bersama lima pemimpin negara Afrika, Trump memuji Boakai dengan berkata, "Bahasa Inggrismu sangat bagus, luar biasa. Di mana kamu belajar bicara sefasih itu?" Boakai menjawab bahwa ia menempuh pendidikan di Liberia, sebuah negara yang menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi.

Trump kemudian menanggapi, "Menarik sekali. Ada orang di meja ini yang bahkan tak bisa bicara sebaik itu," katanya sambil tersenyum.

Namun pernyataan tersebut menuai respons negatif, baik dari publik Liberia maupun kalangan diplomatik. Banyak yang menilai komentar Trump sebagai bentuk arogansi sekaligus ketidaktahuan terhadap sejarah Liberia. 

Liberia ialah sebuah negara yang didirikan pada 1822 oleh American Colonization Society untuk menampung budak-budak yang dibebaskan dari Amerika Serikat. Liberia memproklamasikan kemerdekaannya pada 1847. Hingga kini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional.

Dinilai Merendahkan dan Beraroma Kolonialisme

Komentar Trump dinilai sebagai bentuk stereotip yang meremehkan intelektualitas orang Afrika. "Saya merasa dihina," ujar Archie Tamel Harris, seorang aktivis muda Liberia kepada CNN. "Negara kami berbahasa Inggris. Pernyataan itu bukan pujian, tapi menunjukkan bahwa Barat masih melihat Afrika sebagai benua terbelakang yang dipenuhi orang tak berpendidikan."

Seorang diplomat Liberia yang tak disebutkan namanya juga menyatakan bahwa komentar tersebut "tidak pantas dan merendahkan seorang presiden dari negara berbahasa Inggris."

Veronica Mente, seorang politisi Afrika Selatan, bahkan bertanya di platform X (sebelumnya Twitter), "Kenapa Presiden Boakai tidak langsung berdiri dan meninggalkan ruangan?"

Gedung Putih Membela

Gedung Putih segera merespons kritik yang bermunculan. Massad Boulos, penasihat senior pemerintahan Trump untuk urusan Afrika, mengatakan bahwa "seluruh delegasi Afrika merasa tersanjung dan menghargai waktu Presiden Trump." Ia menambahkan, "Benua Afrika belum pernah memiliki sahabat sebesar Presiden Trump di Gedung Putih."

Wakil juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly, menyebut pernyataan Trump sebagai "pujian tulus dari hati." Ia menambahkan bahwa Trump "telah berbuat lebih banyak untuk menstabilkan dunia dan membantu negara-negara Afrika dibandingkan Joe Biden selama empat tahun menjabat."

Respons dari Pemerintah Liberia

Menteri Luar Negeri Liberia, Sara Beysolow Nyanti, menegaskan Presiden Boakai "tidak merasa tersinggung." Menurutnya, Trump hanya sedang merespons aksen Inggris Liberia yang memang memiliki pengaruh Amerika.

"Kami paham bahwa bahasa Inggris memiliki berbagai bentuk dan aksen. Yang didengar Presiden Trump adalah intonasi khas Liberia yang memang berakar dari bahasa Inggris Amerika," jelas Nyanti.

Bukan Pertama Kali

Trump memang kerap menjadikan bahasa Inggris sebagai simbol nasionalisme Amerika. Dalam kampanye dan debat pada 2015, ia sempat menyatakan bahwa "Amerika adalah negara yang berbicara dalam bahasa Inggris." Bahkan pada Maret lalu, ia menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi AS.

Komentar soal Afrika pun bukan hal baru. Pada 2018, Trump dikecam karena menyebut negara-negara Afrika sebagai "shithole countries." Dan pada Mei tahun ini, ia juga sempat melontarkan tuduhan tak berdasar kepada Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa terkait isu genosida petani kulit putih.

Namun, dalam pertemuan terbaru dengan para pemimpin Gabon, Guinea-Bissau, Liberia, Mauritania, dan Senegal, Trump mencoba meredam nada ofensifnya. Ia menyebut negara-negara tersebut sebagai "tempat yang semarak, kaya akan sumber daya mineral, minyak, dan dipenuhi orang-orang hebat."

Presiden Boakai sendiri bahkan menutup pertemuan dengan menyatakan bahwa Liberia "percaya pada semangat menjadikan Amerika hebat kembali." (CNN/Z-2)

Read Entire Article
Global Food