Program ISWMP, Solusi untuk Perbaiki Sistem Pengelolaan Sampah

2 hours ago 2
(DOK PUPR)

KABUPATEN Bandung Barat tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah. Peningkatan volume sampah sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi tidak diimbangi dengan sistem pengelolaan yang memadai. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti, yang selama ini menjadi lokasi pembuangan utama, kini telah melebihi kapasitas.

Meskipun TPA Sarimukti berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB), namun statusnya adalah TPA regional yang berada di bawah kewenangan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat. Artinya, KBB sejatinya tidak memiliki TPA sampah sendiri.

Di sisi lain, pemerintah daerah terus berupaya mencari peluang di balik tantangan ini, khususnya terkait komposisi sampah yang dihasilkan masyarakat. “Persoalan utama di Bandung Barat adalah dominasi sampah plastik yang sulit terurai. Kami memandang masalah ini bukan sebagai beban, melainkan peluang untuk menciptakan inovasi dan manfaat ekonomi dari pengelolaan sampah,” ujar Jeje Ritchie Ismail, Bupati Kabupaten Bandung Barat.

HADIR JAWAB TANTANGAN
Melalui Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP), pemerintah pusat bersama Bank Dunia berupaya memperbaiki sistem pengelolaan sampah. Salah satu kegiatan di bidang peran serta masyarakat adalah: Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM), yang fokus pada kampanye untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam mengelola sampah di tingkat rumah tangga.

Namun, perubahan perilaku tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan kebijakan dan sistem yang kokoh. Di sinilah peran pemerintah, baik pusat maupun daerah, menjadi sangat penting. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memperkuat sisi tata kelola dengan mendorong lahirnya regulasi daerah yang selaras dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, serta memastikan isu persampahan terintegrasi dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.

Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di daerah bergerak lebih teknis: menyediakan sarana pemilahan, melatih warga soal komposting, hingga melakukan edukasi rumah ke rumah bersama karang taruna, kader posyandu, dan fasilitator lapangan.

Dengan kombinasi perubahan perilaku di tingkat warga, tata kelola yang kuat, dan implementasi teknis yang berkelanjutan, target pengelolaan sampah nasional bukan lagi sekadar wacana, melainkan tujuan yang nyata untuk dicapai.

PILOT PROJECT
Dua RT di Kabupaten Bandung Barat — RT 02 RW 10 Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, dan RT 05 RW 13 Desa Citapen, Kecamatan Cihampelas — kini menjadi bukti bahwa perubahan pengelolaan sampah dapat dimulai dari level komunitas terkecil.

Pemilihan kedua wilayah ini bukan tanpa alasan. Keduanya sudah memiliki embrio kegiatan pemilahan sebelumnya, mendapat dukungan tokoh lokal yang kuat, dan dinilai representatif dari sisi tantangan maupun potensi. Kondisi tersebut menjadi modal awal untuk menjalankan Program Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) di bawah payung ISWMP.

Sejak awal 2024, pendekatan yang digunakan adalah berbasis komunitas dan partisipatif. Karang Taruna dan kader lokal tidak sekadar menjadi pelaksana, tetapi juga motor penggerak edukasi warga. Mereka turun langsung ke rumah-rumah, menjelaskan pentingnya memilah sampah dari sumber, serta membimbing praktik komposting sederhana untuk mengolah sampah organik.

Intervensi utama yang dilakukan meliputi penyediaan alat pemilahan di setiap rumah, pelatihan teknis pengelolaan sampah organik dan anorganik, serta pembentukan tim pengelola di tingkat RT yang bertanggung jawab atas penimbangan, pencatatan, dan distribusi sampah ke pengepul atau komposter.

DAMPAK POSITIF
Dua bulan pendampingan yaitu selama periode Januari-Februari 2025, membuahkan hasil nyata. Jumlah rumah tangga yang memilah meningkat drastis:

tabel...
Pengurangan sampah tercatat signifikan: rata-rata pengurangan sekitar 49–52 kg per pengangkutan untuk sampah organik, dan 10–20 kg untuk sampah daur ulang di masing-masing wilayah.

Keberhasilan ini turut didukung para offtaker seperti bank sampah dan rumah maggot, serta adanya komitmen RT dan dukungan dari DLH Kabupaten Bandung Barat.

Warga mulai memanfaatkan hasil pilahan untuk pengomposan mandiri atau dijual ke bank sampah dan pengelola maggot. Infrastruktur dasar seperti ember pilah, spanduk edukasi, dan logbook pencatatan disediakan melalui dukungan program.

“Pemilahan sampah adalah kunci agar sampah dapat dikelola dengan baik. Dengan sampah yang terpilah, maka sampah dapat diolah lebih lanjut, misalnya sampah organik menjadi kompos, sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi produk yang berguna. Sehingga hanya residu yang dibuang ke TPA. Jika ini terjadi, sampah yang diangkut ke TPA akan berkurang dan usia TPA akan lebih panjang” ujar Sandhi Eko Bramono, Ph.D, Ketua CPMU ISWMP.

KOLABORASI JADI KUNCI
Keberhasilan Pilot project pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung Barat tidak lepas dari kolaborasi berbagai pihak yang terlibat secara aktif. Mulai dari fasilitator lapangan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), pemerintah desa, kader posyandu, hingga Puskesmas, semuanya berperan penting dalam mendukung perubahan perilaku masyarakat.

Dari sisi sarana, intervensi ISWMP menyediakan berbagai dukungan seperti ember pilah, timbangan sampah, spanduk edukasi, serta insentif sosial berupa stiker sebagai bentuk apresiasi kepada warga yang berpartisipasi aktif. Seluruh kegiatan dilakukan secara berbasis data dan disertai pemantauan rutin untuk memastikan keberlanjutan program. Kolaborasi lintas sektor ini menjadi kunci keberhasilan dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang partisipatif, terukur, dan berdampak nyata bagi lingkungan serta kesehatan masyarakat.

PELAJARAN PENTING
Salah satu pelajaran berharga dari implementasi program pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung Barat adalah pentingnya pendekatan personal dalam edukasi. Warga cenderung lebih responsif terhadap sosialisasi yang dilakukan secara langsung, terutama ketika disampaikan oleh tokoh-tokoh yang mereka kenal dan percaya, seperti kader posyandu, pemuda Karang Taruna, atau perangkat desa setempat.
Proses perubahan tidak selalu membutuhkan teknologi tinggi, tetapi membutuhkan kehadiran, ketelatenan, dan komunikasi yang dekat dengan masyarakat. Dengan membangun kepercayaan dan partisipasi aktif warga, upaya pengelolaan sampah berkelanjutan menjadi lebih mungkin untuk diwujudkan.

PERUBAHAN DIMULAI DARI RUMAH TANGGA
Cerita sukses dari Desa Cikahuripan dan Citapen menjadi bukti bahwa perubahan menuju pengelolaan sampah yang berkelanjutan dapat dimulai dari skala terkecil, yaitu rumah tangga. Dalam kurun waktu hanya dua bulan, tingkat partisipasi warga dalam memilah sampah meningkat pesat—mencapai 100% di salah satu RT di Desa Cikahuripan, dan 80% di salah satu RT di Desa Citapen.

Dampaknya pun langsung terasa; sampah yang sebelumnya menumpuk, kini berkurang hingga puluhan kilogram setiap kali pengangkutan dilakukan.
Data menjadi pondasi penting dalam mendorong efektivitas program ini. Penimbangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat, menyediakan angka-angka akurat yang mengandung banyak makna jika dianalisis bersama warga setempat.

Namun angka-angka tersebut hanya akan menjadi data semata, jika tidak diikuti diskusi mendalam antara fasilitator dan warga tentang ke mana setiap jenis sampah harus tersalurkan ke off taker, siapa saja off taker yang ada di lingkungan warga.

Pembahasan hal-hal ini bersama warga, menjadi kunci pemanfaatan logbook sampah.Jika satu RT saja mampu mengurangi hampir 50 kg sampah organik dalam satu kali angkut, maka potensi dampak yang bisa dihasilkan ketika model ini direplikasi di seluruh kawasan sangatlah besar. Inilah saat yang tepat untuk memperluas jangkauan, memperkuat dukungan, dan melanjutkan gerakan perubahan dari rumah ke rumah, dari desa ke desa, hingga menjadi budaya kolektif. (H-1) 
 

Read Entire Article
Global Food