Mengajar dengan Hati: Kisah Inspiratif Mr. Dedi dari SMPN 21 Batang Hari

2 hours ago 1
 Kisah Inspiratif Mr. Dedi dari SMPN 21 Batang Hari Guru Bahasa Inggris, SMPN 21 Batang Hari, Dedi Hendriyanto.(Dok. Tanoto Foundation.)

Di SMPN 21 Batang Hari, Jambi, setiap kali bel berbunyi tanda dimulainya pelajaran Bahasa Inggris, suasana kelas langsung berubah. Gelak tawa bercampur nyanyian penyemangat terdengar, mengusir rasa kantuk dan membuat anak-anak antusias. Semua itu berawal dari tangan seorang guru yang begitu dicintai murid-muridnya: Dedi Hendriyanto atau yang akrab dipanggil Mr. Dedi.

Sejak bergabung di SMPN 21 Batang Hari pada Februari 2020, Mr. Dedi menghadirkan warna baru dalam pembelajaran. Mata pelajaran yang kerap dianggap sulit oleh siswa, ia sulap menjadi pengalaman belajar yang hidup dan menyenangkan.

“Anak-anak harus merasa senang dulu di kelas, baru mereka bisa belajar dengan baik,” ujarnya, menegaskan prinsip yang ia pegang.

Karier Mr. Dedi dimulai pada 2007 sebagai guru honorer di SMAN 4 Batang Hari. Ia juga sempat mengajar di SDN 68, SMPN 5 Batang Hari dan SMPN 26 Batang Hari, bahkan tiga sekolah sekaligus dalam satu waktu. Tahun 2008, ia lulus seleksi CPNS dan setahun kemudian ditempatkan di SMPN 26 Batang Hari, sebuah sekolah di kawasan transmigrasi.

Perjalanan panjang itu terus berlanjut. Pada 2016, ia pindah ke SMPN 19 Batang Hari, sebelum akhirnya mengabdi di SMPN 21 Batanghari sejak 2020. Ia pun aktif mengajar di SMP Pondok Pesantren Zulhijjah. Di manapun ia ditempatkan, Mr. Dedi selalu memberikan sepenuh hati untuk murid-muridnya.

Kelas yang Hidup, Belajar Tanpa Rasa Takut

Tantangan utama Mr. Dedi adalah keterbatasan kosakata siswa. Banyak di antara mereka terbiasa berkomunikasi dalam bahasa daerah sehingga kesulitan menggunakan Bahasa Inggris. Namun, alih-alih membuat murid tertekan, ia justru menghadirkan pembiasaan unik dan kreatif.

Di awal kelas, ia mengajak siswa bernyanyi “trek-trek, trekjing-trekjing” sambil bergoyang bahu. Saat absensi, setiap nama yang dipanggil harus menjawab dengan satu kata kerja Bahasa Inggris, yang kemudian dipakai untuk materi saat itu yakni passive voice.

Dalam kegiatan inti, siswa berkelompok untuk menemukan potongan kata yang terserak seperti "harta karun". Kata-kata yang mereka temukan kemudian disusun menjadi kalimat berstruktur aktif (active voice), yang selanjutnya diubah menjadi kalimat pasif (passive voice). Setelah itu, setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.

Metode itu membuat kelas hidup. Semua anak berpartisipasi, saling membantu, dan belajar lewat tutor sebaya. “Dengan cara ini, semua anak ikut aktif. Tidak ada yang hanya duduk diam,” jelasnya.

Selain itu, Mr. Dedi memanfaatkan teknologi. Aplikasi Natural Readers, Kamusku, hingga sumber daring ia gunakan untuk melatih pelafalan dan memperkaya kosakata siswa

Hadir Sepenuhnya untuk Siswa

Kepribadian hangat dan penuh humor membuat Mr. Dedi dicintai murid-muridnya. Walaupun jadwalnya padat, antara mengajar, mengikuti pelatihan, hingga menjadi fasilitator, ia tetap memprioritaskan kelasnya.

“Kuncinya mengatur waktu dengan baik. Sehebat apapun kegiatan di luar, kalau di kelas kita tidak hadir sepenuhnya, itu tidak ada artinya,” ujarnya.

Sejak 2018, Mr. Dedi dipercaya menjadi Fasilitator Daerah Program PINTAR Tanoto Foundation. Melalui program ini, ia banyak belajar tentang pengelolaan kelas, pemanfaatan teknologi, hingga strategi pembelajaran Aktif.

Salah satu yang paling berkesan baginya adalah metode MIKiR (Mengalami, Interaksi, Komunikasi, dan Refleksi) yang selaras dengan pendekatan pembelajaran mendalam yang kini digalakkan pemerintah.

“Bedanya, di Tanoto Foundation kita tidak hanya ikut pelatihan, tapi juga terus dimonitor dampaknya di lapangan. Itu yang membuat saya merasa berkembang,” tutur Mr. Dedi.

Pengalaman bersama Tanoto Foundation memperkuat kiprahnya sebagai Pengajar Praktik Program Guru Penggerak (PGP) di Kabupaten Batang Hari. Ia juga aktif sebagai fasilitator berbagai pelatihan guru, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.

Bagi Mr. Dedi, menjadi guru bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hati. Ia ingin murid-muridnya bukan hanya bisa berbahasa Inggris, tetapi juga memiliki kepercayaan diri untuk menggunakannya. “Kalau anak-anak sudah berani bicara, meski kosakatanya terbatas, itu sudah langkah besar,” katanya.

Dengan dedikasi, inovasi, dan ketulusan, Mr. Dedi menunjukkan bahwa praktik baik seorang guru bisa mengubah wajah kelas dan semangat belajar murid-muridnya. Dari Batang Hari, kisahnya menjadi inspirasi bahwa pendidikan yang menyenangkan dan bermakna bukanlah hal yang mustahil. (RO/Z-10)

Read Entire Article
Global Food