
PARIS Saint-Germain (PSG) kini bukan lagi sekadar klub bertabur bintang. Di bawah arahan Luis Enrique, raksasa Prancis itu menjelma menjadi tim kolektif tanpa cela yang mendominasi setiap lawan, termasuk Real Madrid yang mereka bungkam 4-0 dalam semifinal Piala Dunia Antarklub 2025.
Kemenangan telak atas Madrid di New Jersey hanya berselang lima minggu setelah PSG menggulung Inter Milan 5-0 di final Liga Champions. Namun yang paling mencolok bukan sekadar skor, melainkan cara mereka bermain: penuh intensitas, struktur yang disiplin, dan permainan kolektif yang menakutkan.
“Luis Enrique telah menetapkan standar baru,” kata Gareth Bale. “PSG kini jadi tim yang ingin ditiru dan—bagi banyak lawan—harus dihentikan.”
PSG Era Enrique: Revolusi Total
Setelah ditinggal Lionel Messi dan Kylian Mbappe, PSG tak mengalami krisis—justru bangkit dengan wajah baru. Luis Enrique menciptakan tim tanpa sosok yang terlalu dominan. Ia membangun dari pondasi kolektif: kerja tim, transisi cepat, dan intensitas tinggi.
Trio lini tengah Joao Neves, Vitinha, dan Fabian Ruiz mengontrol jalannya pertandingan, sementara lini serang diisi nama-nama segar seperti Dembele, Khvicha Kvaratskhelia, dan Desire Doue. Bek sayap seperti Achraf Hakimi dan Nuno Mendes juga aktif menekan dan membuka ruang.
"Ketika tiga gelandang mereka mendominasi seperti itu, tak ada yang bisa menghentikan PSG,” puji John Obi Mikel dari DAZN.
“Mereka bermain seperti di video game FIFA,” tambah Callum Wilson.
Tak Ada Lagi PSG 'Tim Ego'
Luis Enrique berhasil menghapus citra lama PSG sebagai tim yang hanya kuat di atas kertas dan penuh konflik internal. Kini, PSG bermain dengan identitas jelas. Tidak ada superstar tunggal—semuanya bekerja keras.
Dalam laga semifinal melawan Madrid, PSG mencetak tiga gol hanya dalam 24 menit lewat dua gol Fabian Ruiz dan satu dari Ousmane Dembele. Ramos menambah gol keempat menjelang akhir laga.
Mereka melaju ke final Piala Dunia Antarklub dengan rekor luar biasa: sejak final Coupe de France, PSG menang dalam lima laga knockout berturut-turut dengan agregat 18-0.
Dembele Simbol PSG yang Baru
Luis Enrique juga membuktikan bahwa ia mampu mengangkat potensi para pemain yang sebelumnya dianggap ‘inkonsisten’. Salah satunya Ousmane Dembele—yang kini mencatat 35 gol dan 16 assist musim ini, jauh melampaui performanya saat di Barcelona.
"Dembele layak mendapat segalanya," kata Enrique. “Ia memberi segalanya untuk klub ini.”
Kini, nama Dembele masuk kuat dalam bursa Ballon d’Or—mewakili wajah baru PSG yang dibentuk dari kerja keras, bukan popularitas.
Chelsea Jadi Tantangan Terakhir
Di final Minggu ini, PSG akan menghadapi Chelsea. Jika menang, mereka akan mengunci gelar keempat besar tahun ini—setelah menjuarai Ligue 1, Piala Prancis, dan Liga Champions. Bahkan bisa lima, jika menghitung Trophee des Champions.
“Ini bukan PSG yang dulu,” tegas Gareth Bale. “Ini adalah era baru. Dan Luis Enrique adalah arsitek di balik semuanya.”
Apa yang dibangun Luis Enrique bukan hanya tim juara—melainkan warisan dan sistem. Ia mengangkat PSG keluar dari bayang-bayang nama besar dan menjadikannya kekuatan nyata dalam sepak bola modern. Kini, setiap lawan bukan hanya berusaha menandingi PSG—mereka berusaha memahami cara untuk bertahan hidup menghadapi mereka. (BBC/Z-2)