
POLISI masih mendalami kasus perundungan (bullying) yang menimpa seorang siswa SMKN 1 Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, berinisial AAI, 16.
Hingga Jumat (19/9), Kepolisian Sektor (Polsek) Cikarang Barat telah mengamankan 9 siswa untuk dimintai keterangan terkait dugaan keterlibatan mereka dalam aksi bullying yang mengakibatkan korban mengalami patah rahang.
Kapolsek Cikarang Barat AK Tri Baskoro Bintang Wijaya mengungkapkan, penyelidikan masih berlangsung intensif. Polisi tidak hanya memeriksa 9 siswa itu, tetapi juga menghadirkan 11 saksi lain, mulai dari orangtua korban, sejumlah guru, hingga pelajar yang mengetahui kronologi kejadian.
"Kesembilan siswa yang diamankan masih berstatus saksi. Kami akan dalami apakah status mereka bisa ditingkatkan menjadi anak berhadapan dengan hukum (ABH) atau tetap sebatas saksi," ungkapnya.
Selain itu, polisi juga akan memanggil beberapa saksi tambahan, termasuk 3 siswa yang sudah tidak lagi bersekolah atau drop out (DO) dari SMKN 1 Cikarang Barat. Mereka diduga memiliki informasi penting mengenai peristiwa perundungan yang dialami AAI.
Sementara itu, kondisi korban hingga kini masih dalam tahap pemulihan usai menjalani operasi pada bagian rahang. Kondisi ini membuat aparat belum bisa meminta keterangan langsung dari AAI. "Korban masih berusia 16 tahun dan belum bisa dimintai keterangan karena kondisinya masih sakit," ujar Tri.
Pihak Polsek Cikarang Barat menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara profesional dan transparan. Penyelidikan yang sedang berlangsung diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum serta efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi pengingat bahwa praktik perundungan di sekolah tidak bisa dibiarkan.
Kasus ini memicu keprihatinan luas dari masyarakat karena kembali membuka fakta bahwa praktik bullying masih sering terjadi di lingkungan sekolah. Banyak pihak menilai aksi perundungan tidak hanya mencederai fisik korban, tetapi juga meninggalkan trauma psikologis yang mendalam.
Sejumlah aktivis pendidikan dan perlindungan anak bahkan menyoroti kasus ini sebagai peringatan penting bagi sekolah untuk lebih serius dalam menerapkan sistem pengawasan serta pembinaan karakter siswa.
Kasus perundungan terhadap AAI juga mendapat perhatian serius dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi. Korban dipastikan memperoleh pendampingan hukum sekaligus pemulihan trauma.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP3A Kabupaten Bekasi Titin Patimah menyampaikan, pihaknya telah menurunkan tenaga ahli untuk menindaklanjuti kasus yang sempat viral di media sosial itu. Dari hasil penelusuran, aksi perundungan sudah terjadi sejak 2 September 2025, meski baru terungkap belakangan.
"Kami sudah berkunjung ke keluarga korban, dan untuk ke depannya akan membantu memfasilitasi pengobatan melalui dinas kesehatan maupun RSUD. Bila diperlukan perlindungan dari LPSK, kita juga akan koordinasikan," kata Titin. (AK/P-2)