Japanese Interval Walking, Cara Sederhana Jaga Kebugaran

3 days ago 7
Japanese Interval Walking, Cara Sederhana Jaga Kebugaran Ilustrasi(Freepik)

BERLARI memang tengah menjadi olahraga favorit banyak orang, baik di kalangan muda maupun lanjut usia. Namun, ada tren kebugaran lain yang tidak kalah bermanfaat meski belum sepopuler lari, yakni berjalan kaki. 

Aktivitas sederhana ini terbukti mampu menunjang kesehatan tubuh, baik melalui target 10 ribu langkah per hari maupun berjalan cepat beberapa menit saja. Salah satu tren jalan kaki yang kini menarik perhatian adalah Japanese Interval Walking (JIW) atau jalan interval ala Jepang.

Berbeda dengan jalan cepat biasa, JIW merupakan bentuk latihan interval—metode olahraga yang dilakukan dengan mengombinasikan intensitas sedang hingga tinggi, lalu diselingi intensitas ringan. 

Dalam JIW, tingkat kecepatan dan detak jantung diatur agar tubuh mendapat variasi beban latihan. Olahraga ini mulai digemari karena murah, mudah dilakukan, dan tidak memerlukan peralatan khusus maupun fasilitas tertentu.

Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), Prof. Denny Agustiningsih, menjelaskan bahwa JIW memiliki manfaat besar terhadap kebugaran fisik. 

Menurutnya, jenis latihan ini mampu memengaruhi kebugaran kardiovaskular, pernapasan, dan metabolik, setara dengan olahraga ketahanan lainnya.

“Metode yang benar adalah dengan bergantian antara berjalan cepat dan berjalan normal. Saat berjalan cepat, beban kerja pada sistem tubuh harus mencapai intensitas sedang hingga tinggi,” ujar Prof. Denny dikutip dari laman resmi UGM, Rabu (15/10). 

Ia menjelaskan dua cara sederhana untuk mengetahui apakah latihan dilakukan dengan benar. Pertama adalah talk test atau uji bicara, yakni berjalan cepat hingga seseorang tidak lagi mampu berbicara dalam kalimat panjang tanpa jeda. 

“Kalau masih bisa berbicara panjang, bernyanyi, atau bersiul, berarti kecepatannya harus ditambah, tapi jangan sampai berlari,” jelasnya.

Kedua, bagi yang menggunakan smartwatch, target latihan adalah mencapai zona ketiga detak jantung. Saat kembali ke jalan normal, detak jantung sebaiknya turun ke level terendah. 

Durasi yang disarankan adalah tiga menit berjalan cepat dan tiga menit berjalan normal, dilakukan selama 20–30 menit per hari, disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing.

Prof. Denny menambahkan, JIW bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk kelompok lanjut usia. 

“Penelitian menunjukkan olahraga ini sangat bermanfaat bagi lansia karena tingkat bebannya bisa disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan kapasitas tubuh mereka,” katanya. 

Selain itu, JIW juga baik untuk penderita sindrom metabolik, diabetes melitus kronis, maupun hipertensi.

Meski begitu, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melihat dampaknya pada kelompok usia muda atau individu dengan gaya hidup sedentari. 

“Secara umum, efeknya terhadap sistem tubuh sama seperti latihan interval lainnya, asalkan dilakukan dengan benar,” ujarnya.

Karena mudah dan murah, Prof. Denny menilai JIW mudah diterapkan oleh masyarakat luas. Ia bahkan mendorong agar kegiatan ini dikembangkan lewat acara komunitas atau kelompok agar lebih menyenangkan. 

“Untuk menjaga kebugaran, JIW tidak bergantung pada tren; olahraga ini bisa dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja,” tutur Denny.

Meski tergolong aman, ia mengingatkan pentingnya memahami kondisi tubuh sebelum memulai JIW. Ia menyarankan agar setiap orang melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mengetahui dosis latihan yang sesuai, serta menggunakan alas kaki yang tepat. 

“Sepatu yang sesuai penting untuk mencegah cedera pada kaki, lutut, dan tulang belakang, sekaligus memastikan jantung dan paru-paru menerima beban latihan yang optimal,” katanya.

Menurutnya, sepatu yang terlalu keras atau sempit dapat menghambat fungsi otot betis dalam memompa darah kembali ke jantung. Akibatnya, aliran darah menurun, tubuh cepat lelah, bahkan bisa pingsan meski sebenarnya kemampuan fisiknya masih baik.

“Kalau ingin memulai JIW sebagai bagian dari gaya hidup sehat, jangan karena ikut-ikutan tren. Mulailah dengan prinsip start low, go slow, and always make a progression,” tutup Prof Denny Agustiningsih. (Z-1)

Read Entire Article
Global Food