Ilustrasi(Dok ist)
TES kemampuan akademik (TKA) bagi siswa jenjang SMA/SMK/MA sederajat bisa menjadi alat pemetaan dalam meningkatkan mutu pendidikan di berbagai daerah yang belum merata.
"Pemetaan pendidikan ini bukan hanya dilihat dari analisis satuan pendidikan, tapi juga wilayah, provinsi, hingga nasional," ungkap Dekan Fakultas Psikologi Universitas Pancasila (UP) Prof Awaluddin Tjalla pada Temu Ilmiah Nasional (TIN) 2025, di Jakarta, Rabu (5/11).
Namun, menurut dia, sebaiknya hasil TKA itu tidak hanya berhenti dalam sebuah dokumen, tetapi harus benar-benar diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
"Pemerintah perlu memberikan pendampingan bagi sekolah-sekolah yang mutunya tertinggal, terutama dari sisi literasi dan numerasi," katanya.
Agar tidak mengalami kendala di lapangan, dia mengusulkan perlunya ketersediaan sarana prasarana yang memadai seperti laboratorium komputer di tiap sekolah.
"Dan, tentunya perlu juga sosialisasi yang gencar secara berjenjang dari tingkat pusat, daerah, hingga satuan pendidikan," tutur Awaluddin.
Secara terpisah, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menyampaikan TKA yang berlangsung pada 3-9 November 2025 secara nasional tersebut tidak menjadi syarat kelulusan.
"TKA tidak dimaksudkan untuk kelulusan. Itu kewenangan satuan pendidikan," kata Atip, di SMKN 26 Jakarta, Rabu (5/11).
Atip menyampaikan TKA digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan akademik individu setelah menempuh pembelajaran di SMA dan sederajat.
Selain itu, TKA digunakan untuk syarat mendaftar Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2026 sebagai validator nilai rapor.
Sebelumnya, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Toni Toharudin mengatakan hasil TKA diharapkan menjadi dasar perbaikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan, termasuk dalam upaya memperkuat kapasitas guru dan relevansi pembelajaran.
Berdasarkan data yang dihimpun Kemendikdasmen, sebanyak 1.952.683 peserta atau sekitar 97,9% dari total peserta yang terdaftar telah mengikuti TKA pada hari pertama. Pada kesempatan itu, Prof Awaluddin Tjalla menambahkan TIN 2025 ialah bagian dari komitmen perguruan tinggi dalam memperkuat kontribusi keilmuan di ruang publik.
“Hasil riset tidak boleh berhenti di ruang akademik. Ia harus kembali kepada masyarakat melalui layanan pendidikan dan kemitraan lintas lembaga,” ujar dia.
Menurut Awaluddin, psikologi dan pendidikan dilihat sebagai aktor penting dalam membentuk SDM yang kompeten sekaligus sejahtera secara mental. Melalui kolaborasi, ia berharap TIN 2025 menghasilkan riset terapan, kemitraan institusional, program peningkatan kapasitas pendidik, serta layanan psikologis yang lebih inklusif dan merata.
"Ini menjadi langkah konkret Fakultas Psikologi UP untuk memastikan perguruan tinggi berperan dalam pembangunan manusia Indonesia," ujarnya.
Ketua Pelaksana TIN 2025 Andi Tenri Faradiba menyampaikan TIN 2025 yang diikuti 109 peserta ini adalah forum akademik yang mempertemukan peneliti, praktisi pendidikan, dan mahasiswa dari berbagai daerah. Tahun ini, TIN mengangkat tema Peran Psikologi dan Pendidikan dalam Memperkuat Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia.
"Tema ini menegaskan pembangunan SDM tidak hanya berfokus pada capaian akademik, tapi juga kesehatan mental, karakter, dan lingkungan belajar yang humanis," kata dia.
Sebagai pembicara kunci pada TIN 2025 kali ini yakni, Prof Setiawan (Plt Sesditjendikti), Nisa Felicia (PSPK), dan Prof Dian Ratna Sawitri (guru besar Undip). Ketiga pembicara memberikan perspektif strategis mengenai pembangunan SDM Indonesia. (H-2)

5 hours ago
3
















































