Ditjen Pesantren Dinilai Jadi Langkah Strategis dan Visioner dalam Pendidikan Indonesia

5 hours ago 3
Ditjen Pesantren Dinilai Jadi Langkah Strategis dan Visioner dalam Pendidikan Indonesia Ilustrasi: sejumlah santri mengikuti doa bersama akhir dan awal tahun hijriah di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur(ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)

GURU Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, mengatakan bahwa pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama merupakan langkah strategis dan visioner dalam arsitektur kebijakan pendidikan nasional. 

“Pesantren selama ini menjadi institusi yang telah melahirkan ulama dan intelektual serta berhasil menanamkan nilai-nilai moral, kebangsaan, dan kemanusiaan yang mendalam,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (23/10). 

Karena itu, kehadiran Ditjen Pesantren menjadi bentuk pengakuan negara terhadap pesantren sebagai entitas pendidikan dan peradaban yang memiliki kontribusi historis dan sosial yang amat besar bagi bangsa Indonesia.

Sebagai alumnus pesantren, Ahmad Tholabi juga memahami bahwa kekuatan utama pesantren terletak pada keikhlasan, kemandirian, dan transmisi nilai keilmuan yang berbasis sanad. 

Oleh karena itu, harapannya, Ditjen Pesantren tidak hanya menjadi lembaga administratif, tapi harus bekerja dengan paradigma penguatan nilai dan pemberdayaan ekosistem pesantren. 

“Fokus utamanya pada aspek regulasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan kapasitas kelembagaan, serta fasilitasi riset dan inovasi berbasis pesantren,” tegas Ahmad Tholabi. 

Ditjen Pesantren juga dikatakan harus memiliki peta jalan yang jelas tentang arah pembangunan pesantren nasional, baik yang berorientasi pada pendidikan keagamaan tradisional maupun yang berkembang menjadi pesantren vokasional, pesantren riset, dan pesantren kewirausahaan. Ini penting agar setiap pesantren dapat tumbuh sesuai karakter dan potensi lokalnya tanpa kehilangan jati diri keilmuannya.

Selain itu, Ditjen ini perlu mengembangkan platform kolaboratif antara pesantren, perguruan tinggi Islam, dunia industri, dan lembaga riset. Konektivitas ini akan memperluas ruang aktualisasi santri sebagai agen perubahan sosial dan inovator moral di tengah masyarakat modern.

“Ditjen juga harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak menyeragamkan keragaman pesantren. Justru keunikan dan otonomi pesantren harus dihormati sebagai bagian dari kekayaan khazanah pendidikan Islam Nusantara,” tuturnya. 

Pembentukan Ditjen ini juga dikatakan menjadi momentum untuk memperkuat tata kelola dan akuntabilitas lembaga pesantren, termasuk pengelolaan dana, kurikulum, serta perlindungan terhadap santri dan tenaga kependidikan. Kebijakan afirmatif yang berpihak pada pesantren kecil dan terpencil harus menjadi prioritas agar tidak terjadi kesenjangan antar pesantren.

“Saya meyakini, bila Ditjen Pesantren dikelola dengan visi yang tajam dan spirit pengabdian, ia akan menjadi ‘rumah besar peradaban Islam Indonesia’, tempat bertemunya nilai-nilai klasik keilmuan pesantren dengan semangat kemajuan zaman. Inilah momentum untuk menjadikan pesantren sebagai pusat tafaqquh fi al-din dan pusat pembentukan peradaban berbasis ilmu, akhlak, dan kemandirian,” pungkasnya. (Des/M-3)

Read Entire Article
Global Food