
UNIVERSITY of California, Berkeley, mengumumkan visa F-1 milik enam mahasiswa telah dicabut oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (AS). Keenam orang tersebut diperintahkan untuk meninggalkan AS minggu ini.
Hal senada disampaikan Universitas Stanford yang mengatakan empat mahasiswa dan dua lulusan baru juga telah dicabut visanya. Sementara itu, menurut surat kabar mahasiswa Columbia Spectator, visa empat mahasiswa internasional di Universitas Columbia juga dicabut.
Dalam sebuah pernyataan, Rektor UCLA Julio Frenk mengatakan status visa enam mahasiswa Program Pertukaran Pelajar dan Pengunjung (Student and Exchange Visitor Program) telah diakhiri begitupula dengan enam mantan mahasiswa yang terdaftar dalam program pelatihan karier.
"Pemberitahuan pencabutan tersebut menunjukkan bahwa semua penghentian itu disebabkan oleh pelanggaran ketentuan program visa individu," kata Frenk.
Ia menambahkan pencabutan visa baru-baru ini di UCLA menimbulkan kekhawatiran bagi komunitas kampus tersebut yang juga terjadi di universitas-universitas di seluruh negeri.
Pencabutan visa itu menyusul gelombang penangkapan mahasiswa internasional di AS pada Maret. Mahasiswa Columbia Mahmoud Khalil dan Tufts Rumeysa Ozturk ditahan karena pro-Palestina. Mahasiswa pascasarjana Georgetown Badar Khan Suri ditahan atas tuduhan serupa.
Mahasiswa berdemonstrasi dan menyuarakan pendapat mereka terhadap perang Israel di Gaza. Lebih dari 50 ribu orang telah tewas sejak 7 Oktober 2023 dan daerah kantong tersebut menjadi hancur karena Israel memerangi Kelompok Hamas.
Pemerintahan Trump mencabut visa dengan mengutip undang-undang imigrasi yang mengizinkan deportasi karena "dampak buruk yang serius terhadap kebijakan luar negeri." Menurut Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, sekitar 300 visa pelajar telah dicabut.
Fatwa cedekiawan
Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (International Union of Muslim Scholars) mengeluarkan Fatwa Jihad Membela Gaza pada 4 April 2025 yang berisi 10 poin. Salah satu fatwanya ialah Hamas bukan teroris yang harus dimusnahkan, seperti stigma yang disematkan oleh Zionis dan sekutunya.
"Fatwa ini, secara inheren mengandung pengakuan bahwa orang, organisasi, atau milisi di Palestina yang sedang bertempur melawan Zionis adalah pejuang perlawanan yang sedang merebut dan mempertahankan hak mereka, maka wajib dibantu," kata Aqsa Working Group (AWG) dalam satu pernyataan yang diterima pada Selasa (8/4).
AWG berpendapat fatwa itu haruslah dimaknai sebagai bentuk tanggung jawab ulama atas kezaliman melampaui batas dan terang-terangan yang sedang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap bangsa Palestina terutama di Jalur Gaza.
AWG juga menuntut AS bertanggung jawab dan ikut diadili atas perannya menjadi kolaborator kejahatan genosida di Gaza. Kelompok itu meminta masyarakat internasional melakukan aksi Global March to Gaza sebagai bentuk kepedulian terhadap kemanusiaan.
Tidak hanya itu, AWG menyampaikan apresiasi, dukungan, dan siap melaksanakan fatwa jihad tersebut sesuai kemampuan, semaksimal mungkin karena jihad tersebut membela bangsa Palestina dan Masjid Al Aqsa sehingga memiliki semua alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu agama, kemanusiaan, hukum internasional, dan konstitusi.
Di sisi lain, Organisasi Sindikasi Jurnalis Palestina (PJS) menyatakan Israel telah membunuh 209 jurnalis di Jalur Gaza sejak melancarkan agresi militer besar-besaran pada 7 Oktober 2023.
Dalam pernyataan persnya, Senin (7/4), PJS mengutuk serangan udara yang mengincar sekumpulan wartawan yang mengungsi pada sebuah tenda di halaman Rumah Sakit Nasser di Khan Younis.
Serangan tersebut menewaskan dua jurnalis, Ahmad Mansour dan Hilmi Al-Faqaawi, serta menyebabkan sembilan lainnya terluka, termasuk enam yang mengalami luka parah.
Hentikan perang
Pimpinan dari enam badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin merilis pernyataan bersama yang mendesak masyarakat internasional untuk segera mengambil langkah tegas guna melanjutkan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Keenam badan PBB juga mendesak adanya kepastian akses kemanusiaan tanpa hambatan, dan melindungi nyawa warga sipil. Pernyataan itu ditandatangani oleh pimpinan OCHA, UNICEF, UNOPS, UNRWA, WFP, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sejak Oktober 2023, sedikitnya 408 pekerja kemanusiaan tewas dalam konflik tersebut, termasuk lebih dari 280 staf UNRWA. "Kita menyaksikan aksi perang di Gaza yang menunjukkan pengabaian terang-terangan terhadap nyawa manusia," menurut pernyataan itu.
Di sisi lain, aksi mogok massal berlangsung di seluruh Tepi Barat pada Senin. Mereka menentang serangan Israel yang masih berlangsung di Jalur Gaza. Jalur transportasi terhenti akibat aksi mogok yang diserukan oleh faksi-faksi Palestina.
Presiden AS Donald Trump menyatakan keinginannya agar perang Gaza segera dihentikan. Komentar itu disampaikan selama pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Senin.
"Saya ingin melihat perang berakhir, dan saya pikir perang akan berakhir pada suatu titik, itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat," ujarnya kepada wartawan di Ruang Oval seperti dikutip dari India Today, Selasa (8/4/2025).
Lebih lanjut Trump mengatakan, upaya pembebasan sandera yang ditahan Hamas sedang berlangsung seraya mengatakan bahwa pembebasan semua sandera adalah proses yang panjang.
Sementara itu, Netanyahu menyatakan bahwa Israel sedang mengupayakan kesepakatan lain yang diharap akan berhasil untuk membebaskan lebih banyak sandera.
"Kami berkomitmen untuk membebaskan semua sandera, tetapi juga menghilangkan tirani jahat Hamas di Gaza dan memungkinkan warga Gaza untuk bebas menentukan pilihan untuk pergi ke mana pun mereka mau," kata Netanyahu. (I-1)