Pembuat Meme Bahlil Dipidana, Disebut Kemunduran Demokrasi Digital

12 hours ago 1
Pembuat Meme Bahlil Dipidana, Disebut Kemunduran Demokrasi Digital Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (kanan) bersama Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra (kiri), Direktur Utama BP-AKR Vanda Laura (kedua kiri), dan perwakilan SPBU Swasta( ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.)

DOSEN budaya digital  Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia Firman Kurniawan Sujono menilai proses pidana bagi pembuat dan penyebar meme Bahlil Lahadalia yang merupakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), berlebihan dan kontraproduktif terhadap semangat demokrasi digital.

Menurut Firman, meme merupakan bentuk kritik masyarakat yang seharusnya dimaknai sebagai koreksi terhadap pejabat publik, bukan dijadikan dasar pemidanaan.

“Meme ini adalah bentuk kritik dari masyarakat yang seharusnya menjadi koreksi terhadap pejabat publik,” kata Firman saat dikonfirmasi, Sabtu (25/10).

Ia menjelaskan, di era budaya digital, meme telah menjelma menjadi salah satu bentuk komunikasi paling populer di ruang publik daring. 

Tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, lanjut Firman, meme kini menjadi alat ekspresi sosial dan politik yang mencerminkan suara masyarakat terhadap perilaku maupun kebijakan pejabat publik.

“Meme sekarang tidak lagi sekedar lucu-lucuan. Ia sudah menjadi alat kritik sosial dan politik yang merepresentasikan suara kolektif masyarakat digital,” ujarnya.

Firman menegaskan bahwa kemunculan meme biasanya dilandasi oleh rasa ketidakpuasan publik terhadap kekuasaan atau kebijakan yang dianggap tidak adil.

“Ketika masyarakat membuat meme, itu artinya ada ketimpangan persepsi antara penguasa dan publik. Meme menjadi cara rakyat ‘berbicara balik’ terhadap narasi resmi,” tutur Firman.

Menurutnya, orang-orang yang membuat dan menyebarkan meme pada dasarnya memiliki keresahan yang sama dan menyalurkannya lewat ekspresi visual. Karena itu, mempidanakan pembuat meme justru mematikan ruang koreksi publik terhadap kekuasaan.

“Posisi saya jelas, pembuat meme tidak seharusnya dipidana. Meme yang dimaknai sebagai kritik adalah bentuk koreksi. Ia menunjukkan ada tindakan yang tidak tepat, atau setidaknya permintaan untuk berdialog,” tegasnya.

Firman menilai, pejabat publik seharusnya menanggapi meme dengan membuka ruang dialog, bukan laporan hukum.

“Lebih baik dibuka dialog. Jelaskan kepada publik alasan kebijakan atau sudut pandang pejabat tersebut, supaya ditemukan jalan tengah. Kalau malah dilaporkan dan dipidana, upaya untuk mengoreksi jadi berhenti,” kata Firman.

Ia menambahkan, sikap represif terhadap ekspresi warga justru dapat menghambat perbaikan kualitas institusi publik.

“Kalau laporan dan penangkapan terus dilakukan, kualitas kebijakan yang buruk akan tetap buruk. Tidak ada ruang perbaikan karena komunikasi hanya berjalan satu arah,” ujarnya.

Firman menilai, kemunculan meme politik menunjukkan adanya ruang keterbukaan yang belum sepenuhnya tersedia di lingkungan pejabat publik. (H-4)

Read Entire Article
Global Food