Negosiasi Gencatan Senjata Hamas-Israel Mandek, Ini Penyebabnya

9 hours ago 3
Negosiasi Gencatan Senjata Hamas-Israel Mandek, Ini Penyebabnya Ilustrasi tentara Israel(Anadolu)

PROSES negosiasi antara Israel dan Hamas yang berlangsung secara tidak langsung di Doha, Qatar dilaporkan mengalami kebuntuan setelah tiga hari pembicaraan. 

Seorang pejabat Palestina kepada BBC mengatakan bahwa diskusi masih tersendat, terutama karena perbedaan pandangan mengenai distribusi bantuan kemanusiaan dan penarikan pasukan Israel dari wilayah Gaza.

Meski begitu, Presiden AS Donald Trump pada Rabu (9/7) tetap optimis. Dia menyatakan bahwa ada peluang yang sangat besar untuk tercapainya kesepakatan dalam waktu dekat, baik minggu ini atau pekan depan.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang sedang berada di Amerika Serikat, menyampaikan bahwa dirinya mendukung adanya kesepakatan tetapi dengan syarat.

Hamas juga menegaskan bahwa pembicaraan berlangsung dalam suasana sulit karena kekerasan hati dari pihak Israel.

Menuju gencatan senjata

Pertemuan Trump dan Netanyahu dalam dua kesempatan berturut-turut telah memberikan kesan adanya dorongan kuat menuju tercapainya gencatan senjata.

Pada Rabu (9/7), Hamas menyatakan telah bersedia membebaskan 10 sandera sebagai bagian dari kompromi menuju kesepakatan damai. Namun, masih terdapat isu penting yang diperdebatkan, seperti aliran bantuan, kehadiran militer Israel, dan jaminan untuk gencatan senjata jangka panjang.

"Presiden Trump menginginkan kesepakatan, tetapi bukan dengan harga berapa pun. Saya menginginkan kesepakatan, tetapi bukan dengan harga berapa pun. Israel memiliki persyaratan keamanan dan lainnya, dan kami bekerja sama untuk mencoba mencapainya," kata Netanyahu seperti dilansir BBC News, Kamis (10/7).

Menurut Israel, masih ada sekitar 50 sandera yang ditahan, dengan estimasi sekitar 20 orang masih hidup.

Sebelumnya, utusan khusus AS Steve Witkoff menyampaikan bahwa hanya ada satu masalah tersisa dalam negosiasi dan dia berharap kesepakatan gencatan senjata selama 60 hari bisa tercapai sebelum akhir pekan ini.

Namun menurut sumber dari pihak Palestina, pembicaraan masih mengalami kebuntuan. 

Penyebabnya antara lain karena Israel menolak membiarkan bantuan kemanusiaan mengalir secara bebas ke Gaza melalui lembaga PBB dan organisasi internasional. 

Israel bersikeras menggunakan sistem distribusi saat ini melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang menggunakan kontraktor keamanan swasta, sesuatu yang digambarkan pejabat Palestina sebagai mekanisme yang memalukan.

Menolak menarik pasukan

Israel juga tetap menolak untuk menarik pasukannya dari wilayah Gaza yang telah diduduki sejak 18 Maret lalu, ketika serangan besar dilanjutkan pasca gencatan senjata sebelumnya gagal.

Qatar, yang menjadi mediator bersama AS dan Mesir, menegaskan bahwa lebih banyak waktu masih dibutuhkan. 

"Saya rasa saya belum bisa memberikan tenggat waktu saat ini, tetapi saya bisa mengatakan sekarang bahwa kami membutuhkan waktu untuk ini," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari.

Proposal gencatan senjata yang sedang dinegosiasikan dikabarkan mencakup pembebasan 28 sandera—terdiri dari 10 orang hidup dan 18 jenazah—selama periode 60 hari. Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan ratusan tahanan Palestina dan meningkatkan aliran bantuan ke Gaza.

Pada hari pertama kesepakatan, delapan sandera akan dibebaskan dan pasukan Israel akan mulai mundur dari wilayah utara Gaza. 

Setelah tujuh hari, pasukan juga akan ditarik dari bagian wilayah selatan. Pada hari ke-10, Hamas akan menginformasikan status dan kondisi para sandera yang masih ditahan, sementara Israel akan menyampaikan data lebih dari 2.000 warga Gaza yang mereka tahan.

20 orang tewas

Di tengah pembahasan ini, situasi di lapangan tetap memanas. Setidaknya 20 orang dilaporkan tewas dalam serangan udara Israel pada malam hari, termasuk di sebuah tenda di Khan Younis dan sebuah rumah di kamp pengungsi al-Shati. 

Militer Israel mengatakan bahwa serangan ditujukan ke sejumlah posisi Hamas yang menyerang pasukan dan warga sipil Israel.

Serangan militer Israel di Gaza merupakan respons atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang disandera.

Sejak saat itu, Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas melaporkan lebih dari 57.575 korban jiwa. 

Mayoritas warga Gaza juga telah mengungsi berkali-kali, dengan lebih dari 90% rumah hancur atau rusak, serta runtuhnya layanan penting seperti kesehatan, air bersih, sanitasi, dan pasokan makanan, bahan bakar, serta obat-obatan. (Fer/I-1)

Read Entire Article
Global Food