Moa Raksasa Selandia Baru akan Dihidupkan Kembali: Realita atau Fantasi?

5 hours ago 4
 Realita atau Fantasi? Moa Raksasa Selandia Baru(Dok. NZ/BT (kiri) dan Major Archive (kanan) )

Colossal Biosciences mengumumkan rencana untuk menghidupkan kembali moa Selandia Baru, burung punah terbesar dan paling ikonik di dunia. Namun, para kritikus menyatakan bahwa tujuan ini masih mustahil secara ilmiah.

Moa, burung yang sepenuhnya tidak memiliki sayap, adalah satu-satunya burung yang diketahui tidak memiliki sayap sama sekali, tidak seperti burung emu yang masih memiliki sayap vestigial. Di Selandia Baru, terdapat sembilan spesies moa, termasuk moa raksasa Pulau Selatan (Dinornis robustus) dan Pulau Utara (Dinornis novaezealandiae), yang dapat mencapai tinggi 3,6 meter dan berat hingga 230 kg.

Diperkirakan, semua spesies moa punah akibat perburuan oleh orang Polinesia, yang sekarang dikenal sebagai Māori, pada pertengahan abad ke-15, setelah kedatangan mereka sekitar tahun 1300.

Colossal berencana bekerja sama dengan Ngāi Tahu Research Centre, komunitas Māori yang berbasis di University of Canterbury, serta dengan Peter Jackson dan Canterbury Museum, yang menyimpan koleksi sisa moa terbesar di dunia. Sisa-sisa moa ini akan digunakan untuk mengekstrak DNA dan membangun kembali genom kesembilan spesies moa.

Seperti proyek de-extinction Colossal lainnya, ini akan melibatkan modifikasi genom spesies yang masih hidup. Andrew Pask dari University of Melbourne, penasihat ilmiah Colossal, menyebutkan bahwa kerabat terdekat moa adalah tinamou dari Amerika Tengah dan Selatan. Namun, mengingat ukuran tinamou yang kecil, proyek ini kemungkinan besar akan bergantung pada emu Australia (Dromaius novaehollandiae), yang lebih besar. "Emu memiliki telur dan embrio yang besar, yang diperlukan untuk menghidupkan moa," kata Pask.

Colossal sebelumnya mengklaim telah menghidupkan kembali serigala mengerikan (dire wolf), namun klaim ini disanggah karena hasilnya adalah serigala abu-abu dengan sedikit modifikasi genetik. Pask menegaskan bahwa proyek moa akan melibatkan modifikasi genetik yang lebih kompleks. "Kami benar-benar akan merekayasa ulang moa," tegas Pask.

Namun, di sisi lain, pertanyaan mengenai tempat dan moralitas proyek ini masih terbuka. Mike Stevens dari Ngāi Tahu Research Centre menekankan perlunya pemahaman mendalam tentang "kelayakan dan moralitas" proyek ini. "Kami akan mempertimbangkan di mana dan bagaimana moa Colossal bisa ditempatkan setelah memahami aspek ini," tambahnya.

Philip Seddon dari University of Otago meragukan bahwa apa pun yang dihasilkan oleh Colossal bisa disebut sebagai moa. "Ini lebih mirip organisme yang dimodifikasi secara genetik (GMO) yang menyerupai moa, bukan moa asli," ujarnya, menyarankan bahwa proyek ini lebih banyak berhubungan dengan sensasi media daripada mengatasi krisis kepunahan global.

Pask membantah pandangan ini, dengan menyatakan bahwa pengetahuan yang didapat dari proyek de-extinction ini akan membantu menyelamatkan spesies yang terancam punah. Jamie Wood dari Adelaide University juga menilai bahwa proyek ini akan memberikan wawasan menarik tentang biologi moa, namun menyarankan agar Colossal tidak mengulangi kesalahan dalam proyek serigala mengerikan yang membuat hasilnya diragukan.

Read Entire Article
Global Food