Fosil Langka Bongkar Misteri Penyebaran Burung Tak Bisa Terbang

3 hours ago 2
Fosil Langka Bongkar Misteri Penyebaran Burung Tak Bisa Terbang Misteri cara burung unta pindah benua.(Freepik)

Burung besar tak bisa terbang, seperti unta, emu, rhea, hingga kasuari, kini tersebar di berbagai benua yang dipisahkan samudra luas. Pertanyaan pun muncul: bagaimana hewan-hewan ini bisa mencapai tempat sejauh itu tanpa sayap yang berfungsi untuk terbang?

Misteri Teori Lama

Teori klasik menyebut bahwa leluhur kelompok burung ini, paleognath, sudah hidup saat Bumi masih berupa superkontinen Pangaea (320-195 juta tahun lalu). Ketika daratan besar itu terpecah, mereka diduga telah menempati wilayah masing-masing.

Namun, temuan genetika membantah teori tersebut. Pangaea pecah sekitar 195 juta tahun lalu, sementara nenek moyang terakhir paleognath baru muncul 79,6 juta tahun lalu, dan terbagi menjadi beberapa garis keturunan utama pada rentang 70-62 juta tahun lalu.

Peran Fosil Lithornis

Untuk mencari jawabannya, Klara Widrig, zoolog dari Smithsonian National Museum of Natural History, meneliti fosil Lithornis promiscuus berusia 59-56 juta tahun, fosil paleognath paling utuh sejauh ini.

“Kami belum bisa memastikan apakah Lithornis benar-benar nenek moyang langsung burung paleognath modern, tetapi bentuknya sejauh ini paling mendekati gambaran leluhur mereka,” kata Widrig.

Studi sebelumnya menemukan kerabat Lithornis, Calciavis grandei, mampu terbang walau terbatas. Dalam riset terbaru yang diterbitkan di Biology Letters pada 17 September, tim Widrig menganalisis bentuk tulang dada (sternum) Lithornis menggunakan pemindaian 3D, lalu membandingkannya dengan burung modern.

Hasilnya menunjukkan bahwa sternum Lithornis menyerupai burung-burung yang bisa terbang jarak jauh, seperti kuntul besar dan bangau.

Leluhur yang Bisa Terbang Jauh

Menurut Peter Hosner, kurator burung di Natural History Museum of Denmark, temuan ini sangat mengejutkan. “Kuntul besar mampu menyeberangi benua, dan burung dengan kemampuan seperti ini sebenarnya jarang,” ujarnya.

Hal ini mengisyaratkan bahwa leluhur paleognath kemungkinan besar memiliki kemampuan terbang lintas samudra. Setelah sampai di daratan baru, mereka kemudian berevolusi secara mandiri menjadi burung besar tak bisa terbang, proses yang dikenal sebagai evolusi konvergen.

Evolusi setelah Dinosaurus Punah

Kini, terdapat sekitar 60 spesies paleognath yang masih bertahan: ±45 spesies tinamou (masih bisa terbang sebentar), 5 kiwi, 1 emu, 3 kasuari, 2 unta, serta 1-2 spesies rhea.

Menurut Widrig, ada dua syarat utama agar burung bisa berevolusi menjadi tidak terbang:

  • Semua kebutuhan makanan tersedia di darat.
  • Tidak ada predator yang mengharuskan mereka melarikan diri lewat terbang.

Setelah dinosaurus non-unggas punah 66 juta tahun lalu, dunia nyaris tanpa predator besar. Situasi ini memberi peluang burung darat untuk berkembang menjadi spesies tak bisa terbang.

Namun, ketika predator kembali muncul, burung-burung tersebut beradaptasi dengan cara berbeda. Ada yang tumbuh menjadi raksasa agresif seperti kasuari, ada pula yang mengandalkan kecepatan seperti unta.

“Tentu saja, evolusi ini berlangsung terpisah. Bukan berarti mereka berkoordinasi seperti ‘oke, kamu jadi unta di Afrika, aku jadi rhea di Amerika Selatan’,” ujar Widrig sambil berkelakar. (Live Science/Z-10)

Read Entire Article
Global Food