Ekonom Ini Sampaikan Dampak Naiknya Tarif Ojol 8-15 Persen ke Konsumen dan Driver

6 hours ago 1
Ekonom Ini Sampaikan Dampak Naiknya Tarif Ojol 8-15 Persen ke Konsumen dan Driver Sejumlah pengemudi ojek daring menunggu penumpang di Jalan Raya Margonda, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (20/3/2024).(ANTARA/Yulius Satria Wijaya)

RENCANA Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan menaikkan tarif ojek online (ojol) untuk roda dua sebesar 8-15% dinilai perlu mempertimbangkan keadilan bagi semua ekosistem di dalam industri ini, baik konsumen, driver, dan perusahaan aplikator.

Direktur Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) Fajar Rakhmadi mengatakan rencana tersebut berisiko menurunkan penggunaan layanan ojol sebagai transportasi harian.

Tak hanya itu, rencana yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (30/6) di hadapan Komisi V DPR RI itu dinilai juga akan berdampak pula pada mitra pengemudi yang menggantungkan pendapatannya dari layanan ojol ini.

“Kenaikan tarif 8-15 persen tergolong cukup tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan hasil survei kami sebelumnya yang menunjukkan willingness to pay konsumen hanya sekitar 5 persen,” kata Fajar kepada jurnalis, dikutip Selasa (1/7).

Dia mengatakan, dalam kondisi daya beli masyarakat yang sedang tertekan, kebijakan ini berisiko menurunkan penggunaan layanan, terutama dari pekerja yang mengandalkan ojek online sebagai transportasi harian, dan berdampak pula pada pengemudi yang menggantungkan pendapatannya dari layanan ini.

Oleh karena itu, Fajar menegaskan penting bagi pemerintah dalam hal ini Kemenhub untuk menetapkan tarif yang adil bagi semua pihak; konsumen, perusahaan aplikasi, dan mitra pengemudi.

“Beberapa studi kami sebelumnya menunjukkan bahwa konsumen cukup sensitif terhadap perubahan harga; sebagian menyatakan akan beralih ke kendaraan pribadi jika tarif naik,” terangnya.

Fajar menjelaskan, belum ada informasi valid yang dimiliki RISED terkait dampak spesifik dari kenaikan tarif ini. Namun secara umum, khususnya bagi konsumen, tarif yang lebih tinggi dapat menurunkan frekuensi penggunaan, terutama untuk keperluan harian.

Sementara bagi pengemudi, potensi pendapatan bisa meningkat, tetapi ini sangat bergantung pada apakah permintaan tetap stabil.

“Bagi perusahaan aplikasi, efeknya bisa beragam tergantung pada respons pasar terhadap penyesuaian tarif ini,” ucapnya.

Fajar menjelaskan, dampak dari penurunan biaya aplikasi sangat bergantung pada bagaimana struktur biaya tersebut dirancang dan diimplementasikan oleh perusahaan penyedia layanan.

Jika penurunan biaya ini dilakukan dengan cara yang berdampak pada penurunan kualitas layanan, misalnya aplikasi menjadi tidak stabil, sering mengalami gangguan sistem (crash), kapasitas server terbatas, atau berkurangnya fitur pendukung, maka hal ini berpotensi menurunkan produktivitas dan pendapatan pengemudi.

“Gangguan tersebut dapat menyebabkan keterlambatan dalam menerima pesanan, peningkatan komplain dari konsumen, serta pengalaman pengguna yang kurang optimal,” tuturnya.

Sebaliknya, apabila efisiensi biaya dapat dicapai tanpa mengorbankan kualitas dan performa layanan, misalnya melalui optimalisasi proses internal, efisiensi teknologi, atau penyesuaian biaya operasional non-layanan, maka dampaknya terhadap pengemudi dapat diminimalkan. Dalam kondisi tersebut, pendapatan pengemudi cenderung tidak terpengaruh secara signifikan.

Dengan demikian, perlu dilakukan kajian menyeluruh terhadap strategi efisiensi biaya yang diterapkan, agar tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan, kesejahteraan pengemudi, dan kepuasan konsumen. (H-2)

Read Entire Article
Global Food