
EMILIA Achmadi, seorang ahli Gizi Olahraga yang merupakan lulusan Universitas Oklahoma, mengungkapkan bahwa kualitas daging sapi lokal dan impor dapat berbeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor.
"Secara umum, perbedaan dalam kandungan protein tidak terlalu signifikan, namun jumlah lemaknya bisa sangat bervariasi," jelas Emilia saat dikutip dari Antara, Selasa (14/10).
Emilia menjelaskan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi kualitas daging sapi adalah cara perawatan hewan tersebut. Sapi yang dipelihara dengan baik cenderung tumbuh lebih besar, bahkan dapat mencapai berat hingga 500 kilogram, yang memungkinkan produksi daging dalam jumlah lebih banyak. Perawatan yang optimal juga berkontribusi pada peningkatan kualitas protein dalam daging sapi.
Perbedaan selanjutnya terletak pada jenis pakan yang diberikan. Sapi yang diberi pakan rumput segar (grass-fed) memiliki kandungan omega-3 yang jauh lebih tinggi. Sebaliknya, jika sapi diberi pakan berbasis biji-bijian (grain-fed), kandungan omega-3 dalam daging akan lebih rendah.
"Karena itu, lemak esensial dan demografi lemaknya akan berbeda. Daging sapi yang diberi pakan rumput segar sering disebut sebagai daging merah yang lebih sehat, karena kandungan omega-3-nya lebih tinggi. Selain itu, ada juga lemak jenuh berupa conjugated linoleic acid (CLA) yang sangat bermanfaat untuk menghasilkan energi, terutama bagi mereka yang aktif berolahraga," tambahnya.
Emilia juga menekankan bahwa proses memasak daging memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas akhir produk. Daging yang tidak cukup empuk dan berkualitas tinggi tentu akan lebih sulit diolah menjadi hidangan steak yang lezat.
Di tempat terpisah, Chef Owner Silk Bistro, Freedie Salim, menjelaskan bahwa daging sapi impor, seperti dari Australia, umumnya telah melalui perawatan yang baik. Sejak kecil, sapi-sapi tersebut dijaga jauh dari stres, sehingga dagingnya tetap empuk saat dikonsumsi. Sapi-sapi tersebut dibiarkan bebas di padang rumput organik yang dekat dengan laut, yang mendukung kualitas daging mereka.
Saat sapi siap dipotong, pihak yang bertanggung jawab akan memberi mereka waktu istirahat terlebih dahulu, dan menggunakan teknologi stun untuk memastikan kematian yang cepat dan minim stres. "Sapi segera dibunuh dengan teknologi stun, lalu digantung sebelum diproses lebih lanjut," kata Freedie.
Sementara itu, di Indonesia, pemotongan daging lebih sering mengacu pada ajaran agama dan membutuhkan prosedur tertentu di tempat pemotongan hewan. "Saya tidak akan membahas ajarannya, tetapi saat sapi langsung dibantai, mereka mengalami stres yang membuat dagingnya jadi keras," ujar Freedie.
Di Indonesia, sapi sering kali lebih suka diikat di satu tempat, berbeda dengan metode pemeliharaan di luar negeri yang memungkinkan sapi bergerak bebas.
Freedie juga menambahkan bahwa selain metode pemotongan, perbedaan kualitas daging juga dipengaruhi oleh jenis pakan, lingkungan, dan perawatan yang diterima oleh sapi tersebut. (Ant/Z-10)