
Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menilai anjloknya realisasi penerimaan pajak bersih sepanjang 2025 disebabkan oleh sistem Coretax yang belum berfungsi maksimal. Hingga September 2025, realisasi pajak neto tercatat Rp1.295,28 triliun, turun 3,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1.354,86 triliun.
Menurut Ronny, kelemahan sistem Coretax menjadi salah satu penyebab utama melambatnya kinerja penerimaan pajak. Ia menyebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahkan telah mengakui adanya permasalahan pada sistem tersebut dan mengundang pihak eksternal untuk membantu perbaikannya.
“Dampaknya memang terasa karena Coretax masih lemah. Pak Purbaya juga mengatakan sistem itu bermasalah dan sedang diperbaiki,” ujarnya kepada Media Indonesia, Selasa (14/10).
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, hingga saat ini baru 2,5 juta wajib pajak yang mengaktifkan akun Coretax, jauh di bawah target Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar 14 juta wajib pajak orang pribadi. Ronny juga menilai, faktor lain yang memengaruhi kinerja pajak adalah transisi kepemimpinan di Kementerian Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya Yudhi Sadewa.
“Ada efek pergantian menteri. Banyak pihak masih menunggu arah kebijakan dan tindak lanjut dari Kemenkeu,” katanya.
Selain itu, dugaan kebocoran di sejumlah wilayah pajak dan Bea Cukai yang tengah diselidiki juga menambah tantangan dalam menjaga penerimaan. Dengan sisa waktu hanya tiga bulan hingga akhir tahun, Ronny pesimistis target penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun dapat tercapai. Ia memperkirakan dampak positif dari perubahan kebijakan dan perbaikan sistem baru akan terlihat pada tahun 2026.
"Dengan tinggal tiga bulan waktunya, saya rasa tidak mungkin bisa bisa tercapai target pajak itu," cetusnya.
Ronny menekankan, kunci utama keberhasilan reformasi perpajakan tetap terletak pada pembenahan sistem Coretax. Ia bahkan berpendapat, jika sistem tersebut terus menimbulkan hambatan, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan untuk kembali menggunakan sistem lama.
“Dengan DJP Online dulu, wajib pajak lebih mudah membayar pajak. Tidak semua wajib pajak memiliki perangkat yang sesuai dengan sistem Coretax,” pungkasnya.
Kesiapan Coretax
Terpisah, Direktur Jenderal Pajak (DJP) Bimo Wijayanto mengungkapkan, pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tahunan tahun pajak sudah sepenuhnya dapat dilakukan melalui sistem Coretax.
"Coretax sudah siap untuk menerima SPT tahunan orang pribadi maupun badan pada 2025,” katanya dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) di Jakarta, Selasa (14/10).
DJP juga telah menyiapkan berbagai langkah edukasi kepada wajib pajak, baik melalui kegiatan konseling, penyuluhan, maupun sosialisasi langsung. Selain itu, simulator pelaporan SPT tahunan badan sudah tersedia, sementara simulator SPT orang pribadi tengah disiapkan. Sebagai bentuk uji kesiapan, DJP akan melakukan stress test sistem Coretax pada bulan ini.
“Sebanyak 20 ribu pegawai internal DJP akan melakukan uji coba pelaporan SPT secara bersamaan untuk memastikan sistem berjalan optimal,” tutup Bimo.
DJP menargetkan sebanyak 14 juta wajib pajak orang pribadi aktif menggunakan sistem digital perpajakan berbasis Coretax. Ia menegaskan, salah satu fokus utama DJP tahun ini adalah mendorong peningkatan aktivasi wajib pajak baik orang pribadi maupun badan usaha. Bimo menerangkan, dari data tahun lalu hingga tahun ini, total sudah ada 2,05 juta wajib pajak orang pribadi dan 550 ribu wajib pajak badan yang melakukan aktivasi.
"Namun, dari jumlah wajib pajak orang pribadi tersebut, baru sekitar 1,2 juta yang telah memiliki kode otorisasi dan sertifikat elektronik,” jelas Bimo. (E-3)