ATSI Soroti Tantangan Pencapaian Target Internet 100% Desa di 2026

8 hours ago 3

Selular.id – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyoroti tantangan dinamis dalam upaya pemerintah menghubungkan seluruh desa di Indonesia dengan layanan internet pada tahun 2026.

Tantangan utama datang dari fenomena pemekaran wilayah yang terus menambah jumlah desa, membuat target 100% konektivitas menjadi sulit tercapai.

Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O Baasir, menjelaskan bahwa jumlah desa yang belum terlayani internet terus bergerak dinamis seiring dengan bertambahnya desa baru setiap tahun.

“Itu kan tiap tahun tambah. Sekarang 2.500 (desa belum terkoneksi). Terus dinamis kan, desanya kan berubah-ubah,” kata Marwan, (10/12/2025).

Ia menilai target 100% desa terkoneksi internet akan sulit tercapai karena angka kebutuhan layanan akan berubah lagi pada tahun berikutnya.

“Tambah lagi desanya. Ada yang tidak terkoneksi lagi. Kenapa? Pemekaran,” tambahnya.

Pernyataan ini menyiratkan bahwa meskipun pemerintah berhasil menyambungkan sejumlah desa, muncul desa-desa baru hasil pemekaran yang otomatis menambah daftar wilayah yang belum terjangkau infrastruktur digital.

Situasi ini menggarisbawahi kompleksitas pembangunan infrastruktur di tengah dinamika administratif Indonesia.

Target ambisius menghubungkan seluruh desa dengan internet pada 2026 sebelumnya dicanangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menyebut hingga tahun ini masih terdapat sekitar 2.500 desa yang belum memiliki akses internet.

“Target kita di 2026 ini semua sudah terhubung. Mudah-mudahan bisa kita lakukan percepatan sehingga di 2026, 100% desa di Indonesia sudah dapat terhubung,” kata Meutya.

Meutya mengakui bahwa ketimpangan akses dan kapasitas digital menunjukkan kesiapan yang belum merata, terutama di daerah.

Karena itu, pembangunan di kawasan tertinggal akan menjadi prioritas pada 2026.

Dia menekankan transformasi digital harus dilihat sebagai agenda nasional yang bergerak serempak, bukan hanya tanggung jawab satu kementerian.

Kemajuan Fondasi Digital dan Tantangan di Timur Indonesia

Di tengah tantangan yang disoroti ATSI, Komdigi bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mencatat kemajuan.

Skor transformasi digital nasional meningkat dari 52,95 pada 2023 menjadi 54,29 pada 2024.

Menurut Meutya, capaian ini menunjukkan fondasi digital Indonesia telah berkembang cukup baik meskipun keselarasan dan kebersamaan pelaksanaannya perlu ditingkatkan.

Dia mengatakan pilar jaringan dan infrastruktur menjadi aspek yang tumbuh paling pesat, meskipun pemanfaatannya masih belum optimal.

“Teknologi berkembang, tapi dampak ekonominya sebetulnya sudah terasa, tapi bisa kita tingkatkan dengan lebih tinggi lagi,” ujarnya.

Pernyataan ini sejalan dengan upaya pemerintah mendorong pemanfaatan infrastruktur yang telah dibangun, seperti melalui program wajib koneksikan 20 juta rumah ke internet murah bagi pemenang lelang frekuensi 1,4 GHz.

Meutya juga menyampaikan kabar positif dari wilayah timur. Sejumlah provinsi seperti Papua, Papua Selatan, Gorontalo, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan mencatat lompatan signifikan dalam dua tahun terakhir.

Capaian tersebut, ujarnya, merupakan hasil fokus pembangunan yang diberikan pada kawasan timur.

Upaya ini diharapkan memperkuat afirmasi dan kualitas pemerintahan di berbagai daerah.

Tantangan Efisiensi Investasi dan Digitalisasi

Lebih jauh, Meutya Hafid menuturkan bahwa sejumlah kajian menunjukkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia masih relatif tinggi.

Dalam bahasa sederhana, kondisi ini berarti Indonesia membutuhkan investasi besar untuk memperoleh tambahan satu satuan pertumbuhan ekonomi.

“Dan artinya tantangan kita ke depan bukan hanya menambah besaran belanja saja, tapi bagaimana meningkatkan kualitas dan produktivitas investasi kita dengan dukungan digitalisasi,” ungkapnya.

Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa percepatan konektivitas desa tidak hanya soal membangun BTS atau menambah kabel serat optik, tetapi juga bagaimana investasi besar tersebut dapat menghasilkan dampak ekonomi yang optimal melalui pemanfaatan digital.

Tantangan ini menjadi semakin kompleks ketika dihadapkan pada realita pemekaran wilayah yang terus menciptakan ‘desa baru’ yang perlu disambung.

Upaya pemerintah dalam mengejar target ini juga melibatkan berbagai strategi, termasuk pemanfaatan satelit multifungsi Republik Indonesia (SATRIA-1) untuk menjangkau daerah terpencil dan tertinggal.

Seperti yang pernah dilakukan untuk penanganan darurat, teknologi satelit dapat menjadi solusi cepat untuk menyediakan koneksi di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau infrastruktur terestrial.

Namun, sorotan ATSI tentang dinamika jumlah desa menjadi pengingat penting. Data tentang desa yang belum terjangkau internet sendiri pernah menjadi bahan diskusi karena perbedaan angka antara kementerian.

Tantangan data yang akurat dan terkini menjadi langkah awal yang krusial sebelum pembangunan infrastruktur dilakukan.

Tanpa data yang solid, upaya percepatan berisiko tidak tepat sasaran atau justru tertinggal oleh realita di lapangan yang terus berubah.

Di sisi lain, perlu diingat bahwa konektivitas adalah sarana, bukan tujuan akhir.

Ketika akses internet sudah sampai, tantangan berikutnya adalah memastikan konten dan layanan digital yang bermanfaat dapat diakses oleh masyarakat.

Dalam konteks tertentu, bahkan pengembangan konten atau aplikasi yang dapat digunakan secara offline pun bisa menjadi solusi transisional di daerah dengan konektivitas yang masih terbatas atau tidak stabil.

Dengan waktu menuju 2026 yang semakin mendekat, kolaborasi antara pemerintah, asosiasi penyelenggara telekomunikasi seperti ATSI, dan seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci.

Mereka tidak hanya harus berpacu dengan waktu untuk membangun infrastruktur, tetapi juga harus lincah beradaptasi dengan dinamika geografis dan administratif Indonesia.

Pencapaian lompatan digital di beberapa provinsi timur memberikan secercah optimisme, namun jalan menuju internet untuk 100% desa di Indonesia masih dipenuhi dengan tantangan yang tidak boleh dianggap remeh.

Read Entire Article
Global Food