
EMPAT hakim dan satu panitera yang terjerat dugaan suap menandakan belum tuntasnya agenda reformasi peradilan. Presiden Prabowo Subianto pun harus turun tangan membenahi masalah tersebut. Pengajar hukum tata negara Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie mengatakan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung juga sebelumnya pernah menersangkakan Ketua dan tiga hakim PN Surabaya atas pengurusan perkara.
"Presiden harus memberikan atensi khusus untuk mendukung dituntaskannya reformasi peradilan, spesifik pada pemberantasan korupsi peradilan atau judicial corruption," terang Gugun.
Empat hakim dan satu panitera yang ditetapkan sebagai tersangka kini Kejagung atas kasus pengurusan perkara korupsi minyak sawit di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Ia menilai, reformasi lembaga peradilan merupakan salah satu sisi paling penting untuk menutup celah korupsi judicial corruption. Gugun mengingatkan, saat reformasi bergema pada 1998, agenda penting yang diusung adalah reformasi peradilan, mengingat lembaga tersebut menjadi yang korup selama era Orde Baru.
"Pencegahan dan penindakan korupsi politik itu penting, tapi jauh lebih penting untuk menutup sumber mata air korupsi di lembaga peradilan," ujarnya.
Baginya, ketika lembaga peradilan, termasuk hakim, tidak bersih, agenda pemberantasan korupsi menjadi sia-sia. Oleh karena itu, komitmen Presiden maupun parlemen dibutuhkan untuk menguatkan agenda bersih-bersih lembaga peradilan.
Pengawasan Lemah
Di sisi lain, Gugun berpendapat pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY) selama ini juga masih lemah karena perangkat peraturan perundang-undangannya sengaja tidak memberikan kewenangan yang kuat. Dengan demikian, perbaikan model pengawasan hakim oleh KY juga perlu diperbaiki.
"Buat apa KY didirikan kalau kewenangannya dilemahkan, tidak optimal dalam melakukan pengawasan? Butuh dukungan politik dan publik agar KY tegak berdiri sebagai lembaga pengawas peradilan yang berwibawa dan mendapatkan kepercayaan luas," kata Gugun.
Menurutnya, pembiaran terhadap korupsi di lembaga peradilan bakal berdampak pada merosotnya kepercayaan publik terhadap pengadilan yang seharusnya memutus perkara secara independen. Padahal, memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan jauh lebih sulit dan butuh waktu yang lama.
Telusuri Kode Etik
Terpisah, anggota sekaligus juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata menyebut pihaknya prihatin dan menyayangkan peristiwa dugaan suap yang menjerat tiga orang hakim dan satu panitera terkait pengurusan perkara korupsi minyak goreng. KY, sambungnya, mengambil inisiatif dengan segera menerjunkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
"Tim akan mengumpulkan informasi dan keterangan awal terkait kasus ini. Pada prinsipnya, KY akan segera memproses informasi atau temuan apabila ada indikasi pelanggaran kede etik hakim," terang Mukti. (H-4)