
RIBUAN guru Aparatur Sipil Negara (ASN), di Kabupaten Kutai Barat, pedalaman Kalimantan Timur, melakukan aksi mogok kerja, sejak 17 hingga 19 September. Aksi ini merupakan bentuk protes atas kebijakan pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai atau yang disebut TPP, yang dinilai tidak adil.
Perwakilan forum komunikasi antarguru Kutai Barat, Martin mengatakan mereka menuntut TPP guru disetarakan dengan TPP struktural supaya tidak ada ketimpangan. Prinsip pembagian TPP harus berdasarkan keadilan dan demi kesejahteraan bersama pegawai di Kutai Barat. “Kami minta keadilan dan kami juga menolak keras adanya pemotongan TPP di masa mendatang,” katanya (18/9).
Menurutnya, jumlah guru yang terlibat pada aksi mogok kerja sebanyak 5.000 orang dari 151 sekolah. Meski demikian, pihaknya sadar bahwa aksi tersebut akan berdampak pada ribuan siswa. Namun aksi mogok kerja itu tidak bisa dihentikan, karena ribuan guru di Kutai Barat merasa tidak sejahtera.
“Para pejabat juga punya anak-anak yang diajar oleh kami. Seharusnya mereka memikirkan kesejahteraan guru, bukan hanya kesejahteraan mereka sendiri,” sebutnya.
Martin menerangkan, pihaknya sudah berulang kali meminta kejelasan TPP dengan jalur damai. Mulai dari rapat dengar pendapat dan audiensi dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kutai Barat, hingga bertemu langsung dengan Bupati. Namun tuntutan itu tidak pernah ditanggapi oleh pemerintah. Jika hingga tanggal 19 September, tuntutan itu tetap diabaikan, pihaknya siap menanggung resiko.
“Bupati sudah menerima kami dengan baik, hingga kini tuntutan kami belum dipenuhi. Karena itu, kami sepakat melakukan mogok kerja sampai tuntutan ini disahkan. Jika setelah mediasi tetap tidak ada jawaban, kami siap menanggung segala risiko,” paparnya.
BESARAN TUNJANGAN
Martin memaparkan besaran tunjangan pegawai struktural mencapai Rp5,7 juta setelah dipotong jaminan kesehatan. Namun para guru hanya mendapat Rp2,3 juta, padahal pangkat dan golongan setara. Perbedaan inilah yang menimbulkan gejolak.
“Kami berusaha mencari keadilan. Hak kami sebagai pegawai negeri harus setara karena hal ini juga diatur dalam peraturan. Saat kami menyampaikan tuntutan, pemerintah beralasan guru tidak boleh menerima TPP daerah. Ini membuat kami bingung, karena kami juga pegawai daerah,” paparnya.
Salah satu guru dari Sekolah menengah Pertama 1 Barong Tongkok, Maria menerangkan aksi mogok kerja para guru mengancam aktivitas belajar para siswa. Namun pihaknya tidak bisa melakukan apapun, karena kesejahteraan mereka tidak dipenuhi oleh pemerintah setempat.
“Anak-anak akan menghadapi ujian semester ganjil, para guru juga tidak bisa memberi pelajaran secara online. Harapannya kepada pemerintah semoga bisa segera memberi keadilan, agar anak-anak tidak menjadi korban,” harapnya.
PERHATIAN SERIUS PEMDA
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kutai Barat, Bandarsyah, mengakui bahwa kesejahteraan guru adalah persoalan penting yang perlu diperhatikan serius pemerintah daerah.
“Kami memahami keresahan teman-teman guru. Pemerintah juga ingin memberikan penghargaan yang layak sesuai dengan pengabdian mereka. Namun, sebagai pegawai pemerintah tentu kita juga punya keterikatan aturan,” ujarnya.
Bandarsyah menambahkan, saat ini pihaknya tengah mengkaji dan mengumpulkan data, melibatkan Lembaga Administrasi Negara agar hasilnya adil dan bisa memangkas kesenjangan yang selama ini dikeluhkan guru. “Kami ingin memastikan ke depan kebijakan ini lebih merata dan bisa diterima semua pihak,” tutupnya. (E-2)