
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan uang yang disita dari pemilik biro perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour), Khalid Zeed Abdullah Basalamah, bukanlah suap. Uang tersebut diduga sebagai hasil dugaan pemerasan oleh oknum pejabat Kementerian Agama (Kemenag) dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024.
“Jadi itu sebetulnya bukan suap, karena inisiatifnya dari si oknum dari Kemenag. ‘Kamu kalau mau berangkat tahun ini, bayar dong uang percepatannya.’ Itu sudah memeras,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam, seperti dikutip dari Antara.
Menurut Asep, uang tersebut disita sebagai barang bukti adanya praktik jual beli kuota haji khusus. Ia menegaskan, penyitaan ini menunjukkan adanya uang yang memang diminta oleh oknum Kemenag dari pihak travel.
Awalnya, Khalid dan sekitar 122 calon jemaah mendaftar dengan visa furoda. Namun, seorang pejabat Kemenag menawarkan jalur haji khusus dengan janji keberangkatan pada 2024. Meski Khalid sempat menegaskan haji khusus juga butuh antre 1–2 tahun, oknum tersebut menyebut bisa mempercepat keberangkatan dengan syarat membayar uang percepatan antara 2.400–7.000 dolar AS per kuota.
“Oknum dari Kemenag ini kemudian menyampaikan, 'ya, ini juga berangkat di tahun ini, tapi harus ada uang percepatan'. Nah, diberikan lah uang percepatan,” tuturnya.
Asep mengatakan Khalid dan rombongan jemaah bisa berangkat haji khusus pada tahun yang sama. Namun, setelah penyelenggaraan ibadah haji, DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Haji untuk menelusuri distribusi kuota 2024. Kondisi itu membuat oknum Kemenag ketakutan dan mengembalikan uang percepatan kepada Khalid.
“Karena ada ketakutan dari si oknum ini, kemudian dikembalikanlah uang itu, yang tadi sudah diserahkan sebagai uang percepatan itu, diserahkanlah kembali ke Ustaz Khalid Basalamah," ujarnya.
Asep mengatakan, uang tersebut kemudian disita dari Khalid Basalamah sebagai barang bukti dalam perkara pembagian kuota haji 2024.
Kasus ini bermula dari pembagian tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu jamaah dari pemerintah Arab Saudi. Sesuai aturan, 92% kuota seharusnya untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, sejumlah pihak justru membaginya rata, masing-masing 50%.
Dalam proses penyelidikan, KPK telah memeriksa banyak pihak, termasuk pejabat Kemenag dan penyelenggara travel umrah. Salah satunya adalah Ustaz Khalid Basalamah. Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, juga sudah dua kali dimintai keterangan, yakni pada 7 Agustus dan 1 September 2025. (P-4)