
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump mengungkapkan tidak berhasil membuat kemajuan dalam upaya mengakhiri perang di Ukraina. Hal itu diutarakannya usai melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (4/7) waktu setempat.
"Itu percakapan yang cukup panjang. Kami membicarakan banyak hal termasuk Iran dan tentu saja perang di Ukraina. Tapi saya tidak senang dengan hasilnya," ujar Trump kepada wartawan.
"Tidak, saya sama sekali tidak membuat kemajuan dengannya," imbuhnya.
Pernyataan Trump tersebut menjadi salah satu kemandekan paling suram sejak ia menjabat sebagai presiden pada Januari lalu. Dari lima percakapan sebelumnya dengan Putin, Trump kerap mengeklaim hasil yang positif dan optimistis.
Namun dalam beberapa pekan terakhir, dia tampak semakin kecewa terhadap pemimpin Rusia tersebut. Trump bahkan menolak tawaran Putin untuk menjadi mediator dalam konflik Iran-Israel dan mengatakan bahwa fokus Putin seharusnya pada perang di Ukraina.
Sementara itu, Kremlin menegaskan Rusia tetap berkomitmen pada tujuan militernya di Ukraina. Penasihat Kremlin, Yuri Ushakov, mengatakan percakapan kedua pemimpin itu berlangsung hampir satu jam.
"Presiden kami mengatakan bahwa Rusia akan mencapai tujuannya, yaitu menghapus akar penyebab yang memicu kondisi saat ini. Rusia tidak akan mundur dari tujuan tersebut," ungkap Ushakov.
Sejak invasi dimulai pada Februari 2022, ratusan ribu orang telah tewas dan Rusia kini menguasai sebagian besar wilayah timur dan selatan Ukraina.
Moskow mengeklaim konflik di Ukraina berakar dari keinginan Kyiv untuk bergabung dengan NATO yang dianggap sebagai ancaman strategis oleh Rusia. Meski demikian, Putin tetap menyatakan Rusia bersedia melanjutkan jalur negosiasi.
"Vladimir Putin mengatakan bahwa kami terus mencari solusi politik dan melalui perundingan atas konflik ini," tambah Ushakov.
Dalam percakapan dengan Trump, Putin juga menyinggung situasi di Timur Tengah dan menegaskan kepada Trump semua konflik di kawasan tersebut sebaiknya diselesaikan secara diplomatis. Pernyataan itu muncul setelah serangan AS terhadap fasilitas nuklir di Iran yang merupakan salah satu sekutu utama Rusia.
Rusia selama berbulan-bulan menolak usulan gencatan senjata dari AS. Pihak Ukraina dan para sekutunya di Barat menuduh Putin menggunakan proses negosiasi hanya sebagai alat untuk mengulur waktu dan di saat yang sama pasukan Rusia terus bergerak maju di medan tempur.
Washington mengumumkan keputusan untuk menunda sebagian pengiriman senjata ke Kyiv, sebuah pukulan berat bagi Ukraina yang sangat bergantung pada bantuan militer Barat.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada hari yang sama sedang berada di Denmark untuk bertemu para pemimpin Uni Eropa. Dia menegaskan keraguan terhadap dukungan AS dan ingin memperkuat kerja sama antara Ukraina, Uni Eropa, dan NATO.
Meski begitu. Zelensky juga kembali menekankan Kyiv sejak awal selalu mendukung seruan Trump untuk gencatan senjata tanpa syarat. Trump dan Zelensky turut dijadwalkan berbicara langsung.
"Sekarang, ketika ada keraguan tentang keberlanjutan dukungan AS terhadap Eropa, semakin penting bagi kita untuk memperkuat kerja sama dan koordinasi melalui Uni Eropa, NATO, dan juga dalam hubungan langsung," kata Zelensky dalam pertemuan di Aarhus, Denmark.
Rusia sendiri secara konsisten mendesak negara-negara Barat untuk menghentikan pengiriman senjata ke Ukraina. (AFP/I-2)