Studi: Penggunaan Ganja Rutin Terkait Peningkatan Risiko Demensia hingga 72%

2 weeks ago 16
Portal Buletin Live Pagi Tepat Terbaik
 Penggunaan Ganja Rutin Terkait Peningkatan Risiko Demensia hingga 72% Sebuah studi besar yang dipublikasikan di JAMA Neurology mengungkap individu yang pernah dirawat di rumah sakit akibat penggunaan ganja memiliki risiko demensia 23% lebih tinggi.(freepik)

PADA Minggu (20/4) menjadi peringatan 420, hari di mana para pecinta ganja berkumpul untuk merayakan kecintaan mereka terhadap tanaman ini. Namun, penelitian menunjukkan penggunaan ganja secara rutin dapat meningkatkan risiko kondisi kesehatan serius seperti stroke, serangan jantung, aritmia jantung, gagal jantung, dan miokarditis, yaitu peradangan pada otot jantung.

Kini, risiko meningkatnya demensia juga dapat ditambahkan ke dalam daftar tersebut, menurut studi besar yang melibatkan lebih dari 6 juta orang dan diterbitkan pada 14 April di jurnal JAMA Neurology.

“Seseorang yang mengunjungi ruang gawat darurat atau dirawat di rumah sakit akibat ganja memiliki risiko 23% lebih tinggi terkena demensia dalam lima tahun dibandingkan dengan mereka yang dirawat karena alasan lain. Dibandingkan dengan populasi umum, risikonya meningkat hingga 72%,” kata salah satu penulis studi, Dr. Daniel Myran, asisten profesor di Departemen Kedokteran Keluarga di Universitas Ottawa, Kanada.

“Angka-angka tersebut sudah disesuaikan dengan faktor lain penyebab demensia, seperti usia, jenis kelamin, kondisi kesehatan mental, penggunaan zat lain, serta penyakit kronis seperti diabetes atau penyakit jantung,” tambah Myran.

Penelitian sebelumnya menunjukkan pengguna ganja hampir 25% lebih mungkin memerlukan perawatan darurat dan rawat inap dibandingkan dengan non-pengguna.

“Namun, studi ini bukan berarti menjadi keputusan final yang menyatakan ganja menyebabkan demensia,” ujar Myran. “Ini adalah studi yang menunjukkan adanya hubungan yang mengkhawatirkan dan sesuai dengan semakin banyaknya bukti ilmiah yang ditemukan.”

Tanda Bahaya

Penelitian ini menjadi peringatan serius bagi para tenaga medis untuk mulai menyaring pasien yang mengalami gangguan penggunaan ganja, kata Dr. Robert Page II, profesor farmasi klinis dan ilmu kedokteran fisik di University of Colorado Skaggs School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences di Aurora.

“Orang dengan gangguan penggunaan ganja tidak bisa berhenti mengonsumsinya meskipun telah mengalami masalah kesehatan atau sosial akibat penggunaan tersebut,” ujar Page, yang juga ketua tim penulis pernyataan ilmiah American Heart Association tahun 2020 tentang ganja.

“Ketika mereka berhenti menggunakannya, mereka mengalami gejala putus zat atau gejala kesehatan mental yang sangat parah,” tambahnya. “Mereka bisa mengalami depresi berat, atau kecemasan yang tinggi, yang bisa saja membawa mereka ke rumah sakit.”

Kekuatan atau kadar THC pada ganja meningkat tajam selama beberapa dekade terakhir, yang dapat memperburuk risiko kesehatan dan menyebabkan peningkatan global dalam kasus kecanduan ganja serta gangguan penggunaan ganja, menurut studi tahun 2022.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), kecanduan ganja bisa terjadi pada sekitar 30% pengguna ganja. Gangguan ini juga dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan perhatian, memori, dan kemampuan belajar.

“Hal lain yang perlu disadari dari studi ini adalah banyak orang menganggap ganja itu alami dan karenanya aman,” kata Page. “Padahal ganja adalah zat psikotropika, sehingga pasti akan menimbulkan efek psikotropika. Jika Anda memiliki gangguan kejiwaan sebelumnya, penting untuk bersikap jujur kepada dokter Anda, apakah Anda menggunakan ganja untuk alasan medis atau rekreasional.”

Tingkat Pemeriksaan Rumah Sakit Meningkat

Para peneliti menganalisis rekam medis dari lebih dari 6 juta orang berusia 45 hingga 105 tahun yang tinggal di Ontario dan tidak memiliki riwayat demensia, antara tahun 2008 hingga 2021. Dari jumlah tersebut, lebih dari 16.000 orang tercatat pernah ke rumah sakit karena efek negatif ganja.

“Dalam waktu lima tahun setelah kunjungan ke ruang gawat darurat atau rawat inap akibat ganja, 5% orang didiagnosis menderita demensia, dan dalam waktu 10 tahun, jumlahnya meningkat menjadi 19%,” ujar Myran.

Selama 13 tahun tersebut, tingkat kunjungan ke ruang gawat darurat akibat ganja meningkat lima kali lipat pada kelompok usia 45–64 tahun dan hampir 27 kali lipat pada kelompok usia 65 tahun ke atas, menurut studi tersebut.

“Meskipun studi ini dilakukan di Kanada, hasilnya dapat berlaku di seluruh Amerika Utara, termasuk AS,” tambahnya, merujuk pada studi Mei 2024 yang menunjukkan bahwa penggunaan ganja setiap hari atau hampir setiap hari telah melampaui konsumsi alkohol tahun 2022.

Jika nantinya terbukti penggunaan ganja memang menyebabkan demensia, bagaimana ganja bisa memicu penurunan kognitif pada pengguna rutin?

“Salah satu kemungkinan adalah penggunaan ganja setiap hari atau hampir setiap hari dapat mengubah konektivitas saraf di otak,” ujar Myran.

“Ada kemungkinan bahwa ganja menyebabkan peradangan dan kerusakan mikro pada pembuluh darah di otak. Bisa juga ganja menyebabkan timbulnya faktor risiko lain yang berkaitan dengan demensia, seperti depresi, isolasi sosial, dan rendahnya tingkat pendidikan. Atau bisa juga pengguna rutin ganja lebih rentan mengalami cedera otak berat, seperti kecelakaan lalu lintas,” pungkasnya. (CNN/Z-2)

Read Entire Article
Global Food