Pertanian Berkelanjutan dan Pelestarian Pangan Lokal Jadi Solusi Hadapi Krisis Iklim

4 hours ago 6
Pertanian Berkelanjutan dan Pelestarian Pangan Lokal Jadi Solusi Hadapi Krisis Iklim Pertanian berkelanjutan dengan cara Hidroponik jadi salah satu cara memerangi krisis iklim.(Antara)

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menegaskan pentingnya penerapan pertanian berkelanjutan dan pemanfaatan pangan lokal untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin menekan produktivitas sektor pertanian nasional.

Koordinator bidang Pangan, Direktorat Pangan dan Pertanian, Bapanas, Ifan Martino, menjelaskan bahwa produktivitas dan lingkungan merupakan dua aspek yang saling terkait erat. Ia menuturkan bahwa perubahan iklim telah menurunkan hasil sejumlah komoditas pertanian di Indonesia, sementara upaya adaptasi melalui intensifikasi justru memicu peningkatan emisi gas rumah kaca.

“Kondisi ini menciptakan siklus yang berulang. Karena itu, kami menekankan pertanian berkelanjutan dalam setiap dokumen perencanaan,” ujarnya, di Festival Jejak Pangan Lestari 2025, Jumat (24/10).

Ia menyampaikan, Bapanas kini tengah mendorong penerapan praktik pertanian cerdas iklim atau climate-smart agriculture yang meminimalkan dampak lingkungan dan mengedepankan efisiensi sumber daya. Salah satu langkah yang mulai diterapkan adalah teknik pengairan intermittent pada lahan sawah guna menekan emisi dari penggenangan air.

Pemerintah juga mengembangkan proyek low carbon rice untuk mengurangi emisi di rantai nilai produksi beras dengan mengganti mesin penggilingan berbahan bakar solar menjadi tenaga listrik yang lebih ramah lingkungan.

Selain itu, konsep pertanian regeneratif juga mulai diintegrasikan dalam kebijakan untuk memastikan pengelolaan lahan yang lebih baik dan minim dampak terhadap ekosistem. Bapanas menegaskan bahwa arah kebijakan pertanian berkelanjutan akan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai panduan bagi kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Pertanian, untuk menyusun program strategis di sektor pangan.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Sekretariat Koalisi Sistem Pangan Lokal (KSPL), Gina Karina, menilai pemerintah telah menunjukkan kemajuan nyata dalam memahami pentingnya transformasi sistem pangan nasional.

Ia menyebut bahwa sistem pangan Indonesia yang dulunya sangat top down dan berfokus pada komoditas tertentu, seperti beras dan gandum, kini mulai bergeser menuju sistem yang lebih beragam dan berbasis ekoregional.

“Isu pangan kini sudah masuk ke RPJPN, RPJMN, dan berbagai dokumen perencanaan nasional. Ini menunjukkan arah perubahan yang positif,” ujarnya.

KSPL menekankan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kolaborasi banyak pihak, bukan kerja tunggal. “Kami di KSPL bekerja dengan jejaring luas, dan capaian ini merupakan hasil kerja bersama. Kami senang melihat semakin banyak pihak yang sadar bahwa mereka bagian dari sistem pangan dan ikut bertransformasi,” tambahnya.

KSPL juga mengapresiasi perhatian pemerintah terhadap isu malnutrisi dan pengelolaan food loss and waste, terutama setelah riset Bappenas tahun 2021 yang menyoroti potensi besar efisiensi pangan untuk mengatasi persoalan gizi masyarakat.

Sementara itu, dukungan internasional datang dari Pemerintah Norwegia yang telah menyalurkan dana sebesar US$216 juta kepada Pemerintah Indonesia melalui skema result-based contribution. Dana tersebut diberikan sebagai bentuk penghargaan atas keberhasilan Indonesia dalam menurunkan angka deforestasi dan degradasi hutan.

Special Envoy for Climate and Forest dari Kedutaan Besar Norwegia, Nils Hermann Ranum, menjelaskan bahwa dana tersebut disalurkan melalui lembaga lingkungan dan sebagian diarahkan untuk mendukung program agroforestry dan social forestry yang berkontribusi langsung pada ketahanan pangan masyarakat.

Selain itu, Norwegia juga mendukung berbagai inisiatif organisasi masyarakat sipil seperti Koalisi Puluh, serta membantu peningkatan produktivitas dan inklusi petani kecil di sektor kelapa sawit agar mampu menembus pasar global.

“Dukungan kami tidak hanya terbatas pada pertanian, tetapi juga mencakup aspek lingkungan dan sosial. Prinsip yang kami pegang adalah pertanian berkelanjutan yang menyeimbangkan tiga pilar utama: lingkungan, sosial, dan ekonomi,” ujar Nils.

Seperti yang diketahui, dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia yang jatuh setiap tanggal 16 Oktober, KSPL, menggelar Festival Jejak Pangan Lestari 2025 di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada Jumat (24/10). Dihadiri oleh ratusan pengunjung, festival tahunan ini bertujuan menyebarluaskan pesan kunci dan produk pengetahuan yang dihasilkan oleh para mitra KSPL selama satu tahun terakhir, sekaligus memperkuat semangat kolaborasi dengan jejaring dan masyarakat luas dalam mendorong transformasi sistem pangan berbasis lokal yang sehat, beragam, adil, tangguh, dan lestari di Indonesia. (Z-10)

Read Entire Article
Global Food