Pemerintah Didesak Evaluasi Menyeluruh Tata Niaga Beras Nasional

10 hours ago 2
Pemerintah Didesak Evaluasi Menyeluruh Tata Niaga Beras Nasional Ilustrasi(Antara)

PENGURUS Perpadi Lampung Tommy Gunawan mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata niaga beras nasional. Ia menyoroti kenaikan harga beras di Indonesia telah memasuki tahap yang mengkhawatirkan. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras di zona 3 (Maluku–Papua) dilaporkan menyentuh angka Rp54 ribu per kilogram pada minggu keempat Juni 2025. Sementara itu, sebanyak 163 kabupaten/kota di Indonesia mengalami kenaikan harga beras dalam kurun waktu yang sama.

Tommy menegaskan lonjakan harga ini bukan semata akibat kelangkaan stok. Menurutnya, ada masalah struktural yang harus dibenahi pemerintah secara serius.

“Harga sampai Rp54 ribu per kilogram bukan karena beras langka. Ini alarm keras bahwa kita punya persoalan logistik, distribusi, dan tekanan harga gabah yang belum tertangani secara komprehensif,” ujar Tommy, melalui keterangannya, Kamis (3/7).

Data menunjukkan bahwa stok cadangan beras pemerintah mencapai 4,2 juta ton di gudang Bulog. Penyerapan dari hasil panen petani juga tinggi, yakni sebesar 2,6 juta ton setara beras.

Namun, fakta di lapangan berkata lain. Harga rata-rata beras di zona 1 (Sumatera–Jawa) naik 1,32% menjadi Rp14.211/kg, dan zona 2 (Kalimantan–Sulawesi) naik 0,48% menjadi Rp15.293/kg. Di zona 3 (Maluku–Papua), lonjakan mencapai 0,82% menjadi Rp19.798/kg — bahkan menyentuh angka ekstrem Rp 54.000/kg di beberapa daerah.

Di Lampung, harga gabah kering panen (GKP) petani naik di atas HPP. Bapanas mencatat harga GKP di petani mencapai rata-rata Rp6.733/kg, melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500/kg.

Tommy menilai kenaikan ini memang memberi keuntungan bagi petani, tapi juga menambah beban biaya produksi di tingkat penggilingan.

“Kalau gabah mahal tapi distribusi tidak efisien, maka biaya giling, angkut, dan logistik melonjak. Akhirnya harga beras ke konsumen naik. Ini yang belum diurai tuntas,” jelasnya.

Menurut Tommy, lonjakan di zona 3 merupakan cerminan nyata dari biaya logistik antarpulau yang mahal dan belum ada subsidi memadai. Ia mendesak agar pemerintah pusat mengevaluasi skema subsidi transportasi dan mengaktifkan kembali buffer stock logistik untuk kawasan Indonesia Timur.

“Harga Rp54.000/kg sangat tidak adil bagi warga Papua dan Maluku. Jangan sampai stabilisasi pangan hanya terasa di Jawa,” tambahnya.

Lebih lanjut, Tommy mendukung langkah pemerintah menyalurkan bantuan pangan 20 kilogram beras untuk 18,3 juta KPM dan program SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan). Namun, ia menekankan implementasi harus tepat sasaran dan terintegrasi dengan pelaku lokal seperti Perpadi dan penggilingan swasta.

“Perpadi siap mendukung penyaluran SPHP. Tapi kami juga minta pelibatan aktif agar ekosistem beras nasional tidak timpang. Jangan hanya Bulog yang digerakkan," katanya.

“Kami mendesak reformasi tata niaga beras nasional. Mulai dari subsidi logistik, transparansi data stok, hingga penguatan penggilingan di daerah. Jangan sampai gejolak ini terus mengorbankan konsumen dan mengganggu stabilitas nasional,” pungkasnya. (E-4)

Read Entire Article
Global Food