Pastikan Penanganan Persaingan Usaha Mengacu pada Regulasi yang Berlaku

2 hours ago 2
Pastikan Penanganan Persaingan Usaha Mengacu pada Regulasi yang Berlaku Guru Besar Fakultas Hukum dari Universitas Sumatra Utara (USU), Ningrum Natasya Sirait.(dok. Istimewa)

PELAKU industri peer-to-peer lending (P2P) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pakar hukum persaingan usaha mewanti-wanti pentingnya penegakan hukum yang adil dalam kasus pengusutan 97 pinjaman daring (pindar) yang diduga terlibat dalam praktik kartel oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

Guru Besar Fakultas Hukum dari Universitas Sumatra Utara (USU), Ningrum Natasya Sirait, menegaskan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah dengan jelas melarang kartel. Namun dalam hukum persaingan, pembuktian kartel tidak mudah dilakukan.

Penegakan hukum persaingan, kata Ningrum, harus mempertimbangkan konteks regulasi, perlindungan konsumen, dan keberlanjutan industri.

Menurutnya, aturan bunga pinjamaan perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Fintech dan Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) lahir dari permintaan OJK. Karenanya, itu tidak bisa otomatis dikategorikan sebagai kartel atau persekongkolan harga atau AFPI memfasilitasi kartel.

"KPPU harus jeli melihat apakah aturan OJK menguntungkan masyarakat. Kinerja OJK sangat menentukan dalam kasus ini," ujar Ningrum dalam keterangannya pada Diskusi Media OVO Financial tentang Kasus Persidangan KPPU terkait Dugaan Penetapan Suku Bunga Punjaman Daring (Pindar), Jakarta, Kamis (18/9).

Ningrum mengingatkan jika kebijakan tersebut dianggap kartel, dapat melemahkan kepercayaan pada industri fintech. Pun membuat pelaku usaha ragu mengikuti arahan regulator (compliance) dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Sementara itu, Karaniya Dharmasaputra selaku Komisaris OVO Finansial mengaku bingung dan menyatakan keberatannya atas tuduhan yang dilayangkan tim investigator KPPU terkait adanya unsur kesepakatan penetapan bunga pinjaman lantaran perusahaannya tergabung dalam AFPI.

Karaniya menegaskan perusahaannya tidak pernah memutuskan batas atas suku bunga baik oleh AFPI maupun OJK. Menurutnya bunga pindar justru ditetapkan OJK. Di samping itu, jika benar ada kartel, bunga 97 perusahaan yang sedang diusut oleh KPPU akan seragam di angka 0,8%. 

Karaniya mencontohkan untuk bisnis OVO Finansial, yakni OVO Modal Usaha menetapkan bunga sebesar 0,05%, GrabModal sebesar 0,11%, dan OVO Paylater sebesar 0,16%.

Karaniya mengatakan OVO Finansial juga tidak terlibat dalam rapat penetapan bunga batas atas sebesar 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021. Dia bilang OVO Finansial sebagai anggota dalam AFPI hanya mengikuti aturan yang telah diarahkan OJK saat itu. 

"Kami tidak pernah ikut rapat penetapan bunga batas atas. Kami juga menjadi anggota AFPI lantaran harus mengikuti aturan OJK," tuturnya.

Ia meminta penegakan hukum di industri P2P atau pindar dilakukan secara adil agar tidak memberikan dampak serius terhadap industri fintech Tanah Air. Karaniya menambahkan, kasus dugaan kartel bunga pindar ini bisa memperburuk persepsi publik.

“Jangan sampai kasus ini jadi menambah persepsi yang kurang baik. Pemerintah dan Bapak Presiden kan terus berupaya menarik investor asing. Kepastian hukum penting apalagi di industri fintech banyak sekali investornya, asing maupun nasional,” ujarnya.

Karaniya menjelaskan latar belakangnya bahwa saat itu AFPI diminta OJK untuk menetapkan batas atas bunga pinjaman lantaran dirasa bunga yang beredar di pasar sangat tidak teratur. Ini disebabkan adanya fenomena pinjol ilegal yang mengenakan bunga tinggi. Dia bilang akhirnya penyelenggara wajib menetapkan batas atas 0,8% pada 2018 untuk membedakan juga dengan pinjol ilegal.

Belakangan, pada akhir 2023, OJK baru menetapkan ketentuan batas atas bunga menjadi 0,3% mulai 2024 melalui Surat Edaran OJK (SEOJK), seiring sudah adanya payung hukum UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Sebagai informasi, KPPU menduga 97 terlapor fintech P2P lending yang tergabung dalam AFPI menyepakati besaran bunga pinjaman secara bersama-sama. KPPU menyoroti adanya dugaan kesepakatan menentukan besaran bunga 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021 yang tertuang dalam SK Code of Conduct atau Pedoman Perilaku AFPI. (Cah/P-3)

Read Entire Article
Global Food