
PENCEMARAN limbah kotoran hewan (kohe) dari peternakan sapi di aliran sungai belum bisa diatasi hingga saat ini. Peternak di sekitar Lembang, Kabupaten Bandung Barat masih terbiasa membuang kohe lantaran tidak adanya penampungan secara komunal.
Berbagai upaya telah dilakukan pemangku kepentingan seperti mengolah kohe yang diubah menjadi biogas, kompos, hingga briket. Namun semua itu gagal karena belum adanya pasar yang dapat menampung produk-produk tersebut.
Ketua Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), Dedi Setiadi mengakui, sejauh ini pihaknya telah membangun 1.500 titik pengolahan kohe yang diubah menjadi biogas di wilayah Lembang. Kemudian membuat kompos hingga briket berbahan kohe.
"Nah persoalannya tidak laku. Untuk itu, kita akan konsultasi sama Gubernur Jabar. Peternak siap membuat tapi belum ada yang menampung, barangkali Pak Dedi Mulyadi punya solusi," kata Dedi saat Rapat Anggota Tahunan (RAT) KPSBU di Lembang, Selasa (22/4).
Untuk mencegah lebih parah pencemaran sungai, pihaknya akan segera memberikan imbauan secara masif kepada para peternak agar tidak lagi membuang kohe ke sungai.
"Sehabis rapat ini kita keliling, akan dipasang tulisan imbauan di tempat penampungan, kampung-kampung, bantaran sungai untuk tidak membuang kohe ke sungai," bebernya.
Sanksi
Meski begitu, bagi peternak yang masih membuang kohe ke sungai tidak akan langsung diberikan sanksi karena hal itu kewenangan pemerintah. Total populasi sapi perah mencapai 19 ribu ekor dari 3.500 peternak aktif yang tergabung dalam anggota KPSBU.
"Sebaiknya jangan ada sanksi, tapi evaluasi, kolaborasi dan dicari jalan keluarnya. Tapi tidak bisa sendiri, memerlukan regulasi pemerintah," tuturnya.
Menurut Dedi, regulasi dan peran pemerintah sangat dibutuhkan. Ia berharap Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bisa dilibatkan sebagai solusi distribusi dan pemasaran produk kohe.
"Ini sudah waktunya pemerintah turun tangan menyusun regulasi dan jalur distribusi. Kami akan konsultasi ke Gubernur. Di Jawa Barat, ada ribuan peternak aktif dan 16 koperasi yang perlu solusi konkret," jelasnya.
Sementara itu, seorang peternak sapi asal Desa Cibogo, Hidayat mengaku masih membuang kotoran hewan ke sungai karena tidak memiliki tempat penampungan khusus.
"Kandang saya jauh dari rumah, karena tidak ada tempat penampungan, saya terpaksa buang kohe ke sungai," ungkapnya.
Dalam sehari, Hidayat membuang kotoran sapi dua kali, yaitu pagi pukul 07.00 WIB dan sore pukul 16.00. Ia tidak mengetahui pasti berapa banyak volume kohe yang dibuang, namun hal ini sudah berlangsung sejak lama.
"Kalau mau buat tempat penampungan sendiri, lahan harus ada. Sekarang bikin kandang saja sudah susah, apalagi kalau ditambah penampungan," tambahnya.