
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ikut memantau dan menginvestigasi, peristiwa meninggalnya Diplomat Ahli Muda Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan. Komnas HAM juga belum menemukan bukti keterlibatan orang lain dalam peristiwa ini.
"Berdasarkan upaya tersebut, Komnas HAM menyimpulkan bahwa hingga kini belum ditemukan bukti yang menunjukkan adanya keterlibatan orang lain atas peristiwa meninggalnya ADP," kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangan tertulis, hari ini.
Investigasi ini dilakukan Komnas HAM, melalui tugas dan kewenangan dalam Pasal 89 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Anis memaparkan proses yang telah dilakukan Komnas HAM, seperti meninjau tempat kejadian dua kali pada 11 Juli dan 22 Juli 2025.
Kemudian, meminta keterangan 12 saksi yang terdiri atas saksi di lokasi kejadian, istri Arya Daru dan keluarga, rekan Arya Daru, serta jajaran di Kementerian Luar Negeri RI. Terakhir, memeriksa hasil penyelidikan oleh Polda Metro Jaya, Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo (RSCM), dan Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) terhadap meninggalnya Arya Daru.
Anis mengatakan meskipun tidak ditemukan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa meninggalnya Arya Daru, Polda Metro Jaya diminta tetap membuka ruang untuk melakukan peninjauan kembali. Apabila di kemudian hari muncul bukti atau fakta baru terkait peristiwa meninggalnya Arya Daru.
"Komnas HAM memandang penting untuk memastikan bahwa penanganan peristiwa meninggalnya ADP oleh aparat penegak hukum berlangsung secara profesional, akuntabel, transparan," ujar Anis.
Di samping itu, Komnas HAM mencatat dengan serius beredarnya foto dan video jenazah almarhum, rekaman dari tempat kejadian, serta potongan CCTV yang tersebar melalui media sosial dan media pemberitaan tanpa persetujuan keluarga.
Anis menyebut, penyebaran informasi visual yang bersifat sensitif tersebut tidak hanya memperdalam kesedihan dan trauma keluarga, tetapi juga berpotensi melanggar hak atas martabat manusia.
Anis menjelaskan merujuk pada General Comment No. 36 dari Komite Hak Asasi Manusia PBB mengenai Hak atas Hidup, jenazah tetap harus diperlakukan dengan hormat dan bermartabat. Narasi-narasi negatif yang menyertai penyebaran tersebut, kata Anis, dapat dikategorikan sebagai bentuk perlakuan yang merendahkan martabat, baik terhadap almarhum maupun keluarganya.
"Kepada media massa dan masyarakat, diimbau untuk menghormati hak atas martabat almarhum dan privasi keluarga, dengan tidak menyebarluaskan materi visual atau informasi yang belum terverifikasi, serta menghindari penggunaan narasi atau bahasa yang bersifat spekulatif dan merendahkan," ucap Anis.
Di samping itu, Kementerian Luar Negeri, instansi pemerintah lainnya maupun swasta, diimbau untuk semakin memperhatikan isu kesehatan mental di lingkungan kerja masing-masing. Hal ini sebagai bagian dari pemenuhan hak atas kesehatan sebagaimana dijamin dalam prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Komnas HAM berkomitmen untuk terus menjalankan mandat konstitusional dan undang-undang dalam memastikan kondisi yang kondusif bagi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak
asasi manusia di Indonesia. Termasuk, menjamin keadilan dan kebenaran atas setiap peristiwa yang menyangkut hak hidup warga negara.
Sebelumnya, Kepolisian memastikan Arya Daru meninggal dunia akibat bunuh diri. Penyebab kematian diplomat muda tersebut, adalah karena gangguan pernapasan akibat tertutupnya saluran napas bagian atas.
"Penyebab kematian korban adalah akibat gangguan pertukaran oksigen dari saluran pernapasan atas,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 29 Juli 2025.
Proses penyelidikan kasus kematian Arya Daru berlangsung selama tiga pekan. Korban ditemukan tewas dengan kondisi wajah hingga kepala terlilit lakban di kamar indekosnya, Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa pagi, 8 Juli 2025. (Yon/P-1)