
Ketegangan antara Washington dan Caracas kembali memuncak. Hal itu seiring sinyal yang semakin kuat dari pemerintahan Donald Trump untuk menggunakan cara-cara militer demi menekan Presiden Venezuela Nicolás Maduro agar lengser dari kekuasaan.
Meskipun Presiden Trump belum secara eksplisit menyatakan tujuannya adalah menggulingkan Maduro. Upaya pergantian kepemimpinan di Caracas bukanlah hal baru bagi pemerintahannya.
Pada Januari 2019, Trump mengakui pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaidó, sebagai presiden Venezuela yang sah setelah masa jabatan kedua Maduro dikecam sebagai tidak sah oleh AS dan puluhan negara lain. Pengakuan itu memicu pemutusan hubungan diplomatik yang cepat. Maduro membalas dengan menutup kedutaan dan konsulat Venezuela di AS, menuduh AS mendukung kudeta.
Selama periode pertama, pemerintahan Trump telah menjatuhkan serangkaian sanksi terhadap rezim Maduro. Puncaknya pada 2020, Departemen Kehakiman Trump menuduh Maduro terlibat dalam "narkoterorisme" dan menetapkan hadiah US$15 juta untuk penangkapannya, angka yang kini telah ditingkatkan menjadi US$50 juta.
Strategi "Semua Pilihan Ada di Meja"
Lebih dari enam tahun berselang, situasi di Venezuela tampak tidak berubah. Maduro tetap berkuasa, kembali memproklamasikan kemenangan dalam pemilu tahun 2024 yang dikecam internasional sebagai tidak sah. Namun, ancaman kekuatan militer kini jauh lebih nyata.
Sebelumnya, pada Januari 2019, penasihat keamanan nasional saat itu, John Bolton, pernah menyatakan "semua opsi" ada di meja perundingan.
Marco Rubio, yang kini menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan dilihat sebagai arsitek utama kebijakan Venezuela di era Trump, telah lama mengecam keras rezim Maduro. Pada April 2019, Rubio menyebut pemerintah Maduro sebagai "kelompok kriminal transnasional" dan menegaskan krisis di sana adalah tentang "ancaman serius terhadap keamanan nasional AS yang ditimbulkan oleh perdagangan narkoba" serta pengaruh Rusia dan Iran.
Rubio memposting di X saat itu, Maduro dan "kroninya bukanlah politisi yang dimotivasi oleh kepentingan nasional suatu negara, mereka adalah gangster yang dimotivasi oleh keinginan untuk mempertahankan sumber pendapatan ilegal mereka. Kita harus mempertimbangkan setiap opsi yang tersedia untuk mengakhiri kegiatan kriminal menguntungkan mereka."
Pengerahan Aset Militer dan Operasi CIA
Meskipun pemerintahan Trump menyebut strateginya sebagai upaya untuk melawan perdagangan narkotika, beberapa pejabat mengakui bahwa langkah ini juga berfungsi sebagai sarana untuk menggulingkan Maduro dari kekuasaan.
AS telah mengerahkan sejumlah besar aset militer ke Karibia dan melakukan serangan mematikan terhadap setidaknya lima kapal yang diduga mengangkut narkoba dan memiliki ikatan dengan kartel yang dianggap sebagai organisasi teroris asing.
Bahkan pada Rabu, Trump mengonfirmasi ia telah mengizinkan CIA beroperasi di dalam Venezuela, lagi-lagi dengan dalih untuk memerangi penyelundupan narkoba.
“Kami memiliki banyak narkoba yang masuk dari Venezuela, dan banyak narkoba Venezuela masuk melalui laut, jadi Anda bisa melihat itu, tetapi kami juga akan menghentikan mereka melalui darat,” kata Trump di Ruang Oval.
Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Levitt, menegaskan kembali sikap tegas AS, "Presiden Trump percaya bahwa Nicholas Maduro adalah Presiden yang tidak sah yang memimpin rezim tidak sah yang telah memperdagangkan narkoba ke Amerika Serikat terlalu lama, dan kami tidak akan menoleransinya." (CNN/Z-2)