AS Diduga Punya Peran di Krisis Politik Nepal

2 hours ago 3
AS Diduga Punya Peran di Krisis Politik Nepal Warga berkerumun melihat kendaraan bermotor yang terbakar di Kathmandu, Nepal.(AFP/PEDRO PARDO)

PENGUNDURAN diri Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli pekan lalu, menyusul gelombang protes besar yang dipimpin generasi muda dan menewaskan puluhan orang serta membakar gedung-gedung pemerintah, telah menjerumuskan negara Himalaya itu ke dalam ketidakpastian politik.

Sekilas, unjuk rasa tersebut terlihat sebagai ledakan kemarahan spontan kaum muda terhadap korupsi, pengangguran dan pembatasan media sosial. Namun, dokumen internal yang dibagikan The Sunday Guardian pada Maret lalu mengungkap adanya upaya sistematis Amerika Serikat (AS) untuk membentuk ulang lanskap politik Nepal.

Seorang whistleblower dengan akses pada informasi sensitif menyebutkan nama politisi lokal yang diduga terikat secara finansial dengan proyek-proyek bantuan. 

Berdasarkan komunikasi internal USAID dan laporan organisasi demokrasi asal AS, sejak 2020 lebih dari 900 juta dolar AS telah dikomitmenkan untuk Nepal. 

Sebagian besar dana itu mengalir melalui konsorsium CEPPS yang berbasis di Washington, yang menaungi National Democratic Institute (NDI), International Republican Institute (IRI) dan International Foundation for Electoral Systems (IFES).

USAID menandatangani Development Objective Agreement (DOAG) senilai 402,7 juta dolar AS dengan Kementerian Keuangan Nepal pada Mei 2022, dengan 158 juta dolar telah dicairkan hingga Februari 2025. 

Sementara itu, perjanjian Millennium Challenge Corporation (MCC) senilai 500 juta dolar yang diratifikasi pada 2022 baru mencairkan 43,1 juta dolar hingga awal 2025, namun periode implementasi diperpanjang.

Beberapa proyek menonjol antara lain Proses Demokratis senilai 8 juta dolar, Pusat Sumber Daya Demokrasi Nepal (DRCN) sebesar 500 ribu dolar, serta alokasi besar untuk program Masyarakat Sipil dan Media (37 juta dolar) dan Kesehatan Reproduksi Remaja (35 juta dolar). 

Dokumen internal USAID menunjukkan dana tersebut dialirkan ke berbagai LSM dan kelompok sipil lokal.

Program-program itu menghasilkan sejumlah publikasi dan pelatihan, mulai dari panduan reformasi partai politik, advokasi pemuda, hingga survei nasional. 

Survei IRI pada Juni 2024, misalnya, mencatat bahwa 62% warga Nepal menginginkan partai politik baru, sementara 36 persen menyebut pengangguran sebagai masalah utama.

NDI, IRI dan IFES secara terbuka menyatakan tujuan program mereka untuk memperkuat demokrasi, memberdayakan pemuda dan mendukung transparansi pemerintahan. 

Namun, para pengamat melihat pola yang serupa dengan intervensi AS di Bangladesh dan Kamboja, di mana program pemuda dan masyarakat sipil bertepatan dengan kerusuhan politik.

Kini, dengan mundurnya Oli, muncul pertanyaan besar, sejauh mana krisis politik Nepal lahir dari dinamika internal dan sejauh mana diperkuat oleh intervensi eksternal yang terencana dengan dana lebih dari 900 juta dolar AS. (I-3)

Read Entire Article
Global Food