Boikot Produk Israel Diminta harus Tepat Sasaran, Jangan Korbankan Pekerja dan Ekonomi Nasional  

3 hours ago 3
Boikot Produk Israel Diminta harus Tepat Sasaran, Jangan Korbankan Pekerja dan Ekonomi Nasional   Ilustrasi.(MI)

GELOMBANG ajakan boikot produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel masih terus bergema di ranah publik dan sosial media. Namun, di tengah semangat solidaritas untuk Palestina, sejumlah kalangan mengingatkan agar gerakan ini tidak salah sasaran. Jika tidak dikelola dengan tepat, boikot justru berisiko menimbulkan kerugian baru bagi pekerja, perusahaan nasional, dan perekenomian Indonesia.
 
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat menjelaskan aksi boikot yang tidak berdasar akan merugikan perekonomian yang bisa berimbas negatif terhadap tenaga kerja dan buruh. Kendati merupakan ekspresi aspirasi masyarakat yang sah, namun jika tidak dikelola dengan baik, aksi boikot bisa memperburuk kondisi, terutama bagi pekerja.  
 
Boikot bisa menekan penjualan dan membuat perusahaan mengambil langkah efisiensi, yang ujung-ujungnya berisiko pada pemutusan hubungan kerja (PHK). “Jadi, meskipun tujuannya baik perlu dipikirkan dampaknya agar tidak justru merugikan pekerja dan perekonomian nasional,” kata Mirah kepada media, Rabu (17/9). 
 
Menurut Mirah, sejauh ini penurunan daya beli menjadi penyebab utama peningkatan PHK oleh perusahaan. Namun, ada faktor lain yang turut berperan, seperti pelemahan ekspor akibat kondisi global, ketidakpastian investasi, dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Di saat yang sama, gerakan boikot tanpa dasar yang jelas juga menjadi faktor yang turut memperparah situasi.     
 
Padahal, pemerintah saat ini tengah gencar menciptakan lapangan kerja baru termasuk yang baru diluncurkan beberapa hari lalu, Paket Kebijakan Ekonomi yang memberi insentif ketenagakerjaan dan diharapkan mampu mengakselerasi pertumbuhan. Tahun ini, pemerintah fokus kepada delapan program untuk mendorong percepatan berbagai program prioritas. Gerakan boikot yang salah sasaran menjadi kontraproduktif terhadap upaya tersebut.
 
Suara serupa datang dari Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU). Ketua PBNU Bidang Pemberdayaan Perekonomian, Eman Suryaman menekankan pentingnya ketepatan sasaran. Menurutnya, semangat solidaritas jangan sampai justru menimbulkan kerugian baru, terutama bagi perusahaan publik lokal yang mayoritas sahamnya dimiliki masyarakat Indonesia.
 
Maraknya informasi kampanye boikot di media sosial perlu disikapi dengan hati-hati. Ia menekankan bahwa boikot terhadap perusahaan publik hanya karena sebagian kecil sahamnya dimiliki investor asing tidaklah tepat. 
 
"Di media sosial belakangan ini, sejumlah pihak aktif mengkampanyekan boikot produk keluaran perusahaan go public hanya lantaran sebagian kecil sahamnya dimiliki oleh investor asing tertentu. Hal yang seperti ini tidak tepat," kata Eman dalam sebuah diskusi publik bertema 'Bulan Palestina & Sosialisasi Fatwa MUI' di Cirebon.
 
Data Bursa Efek Indonesia mencatat, hingga 15 September 2025 terdapat 954 perusahaan publik di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebagian besar emiten merupakan perusahaan yang dimiliki oleh pengusaha dan investor domestik. 
 
Eman menjelaskan, gerakan boikot Israel secara tepat sasaran memang tidak mudah. Namun, dengan literasi yang kuat, sikap kritis, dan konsistensi umat, aksi ini bisa tetap menjadi senjata damai melawan kezaliman dan solidaritas nyata bagi Palestina. Ia pun meminta masyarakat untuk cermat dan mendasarkan gerakannya dengan data dan informasi dari lembaga yang kredibel.
 
Tokoh Muda Nahdlatul Ulama Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) dalam sejumlah kesempatan sebelumnya juga mengingatkan masyarakat Indonesia untuk cermat dalam gerakan boikot, divestasi dan sanksi (BDS). Sebab, marak informasi yang tidak benar beredar di media sosial atau masyarakat.
 
Menurut Gus Nadir, sumber-sumber yang beredar di masyarakat tidak menyebutkan secara rinci alasan produk yang harus diboikot tersebut. Hal itu membuat akurasi informasinya dapat dipertanyakan. Dosen Melbourne University Australia ini menjelaskan di media sosial, daftar produk yang ada dari berbagai sumber bisa diolah sebelum dipublikasi oleh si pemilik akun. “Jangan sampai boikot salah sasaran,” tegasnya.  
 
Konteks global pun menegaskan urgensi ketepatan sasaran. Paada pertengahan Juli 2025 lalu. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis daftar 48 perusahaan global yang terbukti terlibat dalam aksi pendudukan Israel dan genosida di Gaza. Laporan tersebut mengungkap peran sejumlah korporasi yang berkontribusi dalam mendukung pelanggaran HAM berat di Palestina. Menariknya, meski banyak perusahaan yang disebut, sejumlah merek yang selama ini kerap menjadi sasaran utama boikot di Indonesia terutama di sektor Food and Beverage (F&B) justru tidak masuk dalam daftar tersebut. (Cah/P-3)

Read Entire Article
Global Food